Parigi Moutong Hari Ini
Di Bawah Langit Terbuka, Pak Peta Bertahan di Tengah Terbatasan Nan Sunyi
Di sanalah Pak Peta, pria berusia 47 tahun, menjalani hari-harinya dalam kesendirian yang menyakitkan.
Penulis: Abdul Humul Faaiz | Editor: Regina Goldie
Pak Peta hidup sebagai buruh serabutan, mencari nafkah dari hasil panen kebun orang atau mencari rotan di hutan. Penghasilannya tidak menentu, tergantung siapa yang membutuhkan jasanya.
Dalam kesulitan itu, bantuan pangan non tunai dari pemerintah menjadi penopang hidupnya, sembako yang ia ambil setiap tiga bulan sekali di kantor pos. Itulah sumber penghidupan ketika pekerjaan tidak datang.
“Kalau tidak ada kerja, saya makan seadanya. Kadang singkong, kadang nasi sisa. Sudah terbiasa seperti ini,” katanya dengan nada yang menunjukkan keikhlasan.
Dulu, ia dan keluarganya hanya menumpang di tanah orang. Namun demi memenuhi syarat program bantuan bedah rumah, ia harus memiliki tanah sendiri. Maka, dengan segala keterbatasan, ia membangun rumah seadanya di atas tanah miliknya.
Jarak antara rumah lama dan yang sekarang hanya sekitar 40 meter. Dari rumah yang dulu ramai, kini berubah menjadi tempat penuh kesunyian.
“Saya bangun rumah ini dari papan bekas dan atap rumbia. Kalau harus menunggu bantuan, entah sampai kapan,” tuturnya.
Baca juga: PT IMIP Siapkan SDM Siap Kerja Lewat Beasiswa Penuh di Politeknik Industri Logam Morowali
Pak Peta hanya berharap ada tangan-tangan dermawan atau perhatian pemerintah yang dapat mengubah nasibnya. Ia ingin sebuah rumah yang layak—bukan kemewahan, tapi cukup untuk berlindung dari hujan dan panas, dan yang paling sederhana, memiliki listrik agar malam tidak gelap gulita.
Kisah Pak Peta bukanlah pengecualian. Banyak warga desa lain yang hidup dalam keterbatasan, membangun tempat tinggal seadanya demi syarat mendapatkan bantuan. Namun, tak semua beruntung, karena proses panjang dan seleksi ketat harus dilalui.
Meski hidup dalam kepedihan dan keterbatasan, Pak Peta tak pernah mengeluh. Ia tetap tekun menyapu halaman setiap pagi, membersihkan dapur seadanya, dan menanam sayur di pekarangan, berharap hidupnya tetap bermakna.
“Saya hanya ingin listrik, agar malam tidak gelap. Rumah yang tidak bocor saat hujan. Itu sudah cukup untuk saya,” ujarnya, penuh harap. (*)
Pedagang Sayur Pasar Sentral Parigi Mulai Direlokasi ke Sisi Timur |
![]() |
---|
Wabup Parigi Moutong Apresiasi BI dan TNI AL Jalankan Ekspedisi Rupiah Berdaulat |
![]() |
---|
Wabup Parigi Moutong Tegaskan Rehabilitasi Irigasi Parigigimpuu dan Korontua Harus Tepat Waktu |
![]() |
---|
Abdul Sahid Tekankan Pentingnya Izin Resmi Agar Tambang di Parigi Moutong Tertib dan Berdaya Guna |
![]() |
---|
DLH Parimo Uji Coba Bio-Reaktor Penjernih Air Tambang, Dorong Pengelolaan Lingkungan Ramah Teknologi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.