OPINI

Simbol Global, Semangat Lokal: Refleksi Nasionalisme Lewat One Piece

Budaya luar begitu cepat melalui internet, media sosial, dan berbagai platform hiburan digital yang memangkas hampir semua batasan. 

|
Penulis: Zulfadli | Editor: Fadhila Amalia
Handover
Di tengah arus globalisasi dan derasnya budaya populer dari luar negeri, banyak ke khawatiran bahwa generasi muda Indonesia akan kehilangan jati diri dan rasa nasionalisme.  

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tadulako 2024-2025

Irvan Munir

TRIBUNPALU.COM - Di tengah arus globalisasi dan derasnya budaya populer dari luar negeri, banyak ke khawatiran bahwa generasi muda Indonesia akan kehilangan jati diri dan rasa nasionalisme. 

Budaya luar begitu cepat melalui internet, media sosial, dan berbagai platform hiburan digital yang memangkas hampir semua batasan. 

Hal ini menciptakan perubahan dalam preferensi budaya, termasuk dalam hal hiburan, gaya hidup, hingga cara berpikir. 

Salah satu fenomena yang sering diperbincangkan adalah bagaimana budaya pop Jepang, khususnya anime dan manga seperti One Piece, telah begitu digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama anak muda. 

Namun, apakah kecintaan terhadap One Piece, termasuk penggunaan simbol-simbolnya seperti bendera Bajak Laut Topi Jerami, benar-benar mengancam rasa nasionalisme seseorang? Jawabannya: tidak selalu.

Bendera One Piece, yang dikenal dengan lambang tengkorak mengenakan topi jerami, bukan sekadar simbol bajak laut fiksi. 

Di balik gambar tersebut, terkandung nilai-nilai luhur yang mencerminkan persahabatan, perjuangan, keberanian, dan mimpi yang tak pernah padam. 

Nilai-nilai ini justru bisa sejalan dengan semangat nasionalisme tentang mencintai tanah air dengan terus berjuang, bekerja sama, dan mengejar cita-cita demi kemajuan bangsa. 

Simbol ini bahkan bisa menjadi media edukasi tidak langsung, mengajarkan nilai-nilai moral kepada generasi muda secara menyenangkan. 

Artinya, simbol fiksi pun bisa menjadi sarana untuk menumbuhkan semangat cinta tanah air jika dimaknai dengan benar.

Sebagaimana tokoh-tokoh dalam One Piece berjuang demi impian mereka, generasi muda Indonesia juga bisa menjadikan mimpi bangsa sebagai motivasi untuk berkarya. 

Banyak penggemarnya di Indonesia justru lebih aktif dalam berkarya, berorganisasi, dan berkomunitas. 

Mereka tak sekadar menikmati cerita, tetapi juga terinspirasi oleh karakter-karakter dalam kehidupan nyata. 

Semangat pantang menyerah dan rasa setia kawan cerita itu menularkan daya kreasi dan kontribusi bagi negeri lewat cara-cara kreatif dan positif. 

Lewat fandom, mereka belajar solidaritas komunitas, dan kerja sama menjadi nilai penting dalam membangun bangsa. 

Fandom bukan hanya hiburan, tapi juga ruang sosial yang memperkuat kematangan karakter dan sikap. 

Semangat ini bisa menanamkan nilai kebangsaan secara alami dan menyenangkan.

Banyak pula yang menjadikan kreativitasnya sebagai profesi, membangun karier dari seni atau konten digital. 

Hal ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap anime tak menghilangkan nasionalisme, bahkan bisa memperkuat kontribusi bagi negeri.

Rasa nasionalis bukan ditentukan oleh apa yang kita tonton atau simbol apa yang kita suka, melainkan oleh tindakan nyata kita terhadap bangsa. 

Nasionalisme adalah sikap aktif, bukan sekadar simbolik, dan bisa diwujudkan melalui berbagai cara yang relevan dengan zaman. 

Selama kita tetap menghormati lambang negara, menjaga budaya lokal, dan berkontribusi bagi masyarakat, kecintaan terhadap One Piece atau menjadi bagian dari fandom global tidak serta-merta mengurangi kecintaan terhadap tanah air. 

Justru dengan wawasan global yang diperoleh dari anime dan budaya luar, kita bisa semakin memperkaya perspektif dan membawa Indonesia ke panggung dunia. 

Yang penting adalah bagaimana kita merawat budaya dan identitas nasional, sambil membuka diri terhadap dunia yang terus berkembang.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved