Sulteng Hari Ini

Tenny C Sariton: Stunting di Sulteng Jadi PR Bersama yang Mendesak

Editor: Regina Goldie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kemendukbangda/BKKBN Sulawesi Tengah, Tenny C Sariton berharap semua pihak, termasuk pemerintah daerah, terus berkomitmen memanfaatkan anggaran yang telah disalurkan agar berdampak nyata di lapangan.

TRINUNPALU.COM, PARIMO -  Kepala Kemendukbangda/BKKBN Sulawesi Tengah, Tenny C Sariton berharap semua pihak, termasuk pemerintah daerah, terus berkomitmen memanfaatkan anggaran yang telah disalurkan agar berdampak nyata di lapangan.

“Sayang kalau dikasih dana tapi tidak dimanfaatkan. Kami ingin ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh keluarga yang berisiko Stunting,” pungkasnya.

Kemudian ia mengapresiasi Parigi Moutong karena dinilai menunjukkan keseriusan dalam menurunkan angka Stunting.

“Parigi Moutong sudah mulai lebih awal dan geraknya cepat. Ini harus dipertahankan,” ujarnya.

Namun, prevalensi Stunting di wilayah Sulawesi Tengah yang saat ini masih berada di angka 26,1 persen.

Baca juga: Tenny C Sariton: Parigi Moutong Bergerak Cepat Turunkan Angka Stunting, Perlu Dicontoh Daerah Lain

Menurut Tenny, Stunting adalah permasalahan serius yang dapat menghambat kualitas sumber daya manusia dan masa depan bangsa, jika tidak ditangani secara menyeluruh dan segera.

“Prevalensi Stunting Sulawesi Tengah masih tinggi, yakni 26,1 persen. Di Parigi Moutong sendiri 22,3 persen. Artinya, dari setiap 100 anak yang lahir, 22 di antaranya mengalami Stunting,” ujar Tenny dalam kegiatan penanganan Stunting di Parigi, Selasa (5/8/2025).

Ia menekankan, angka tersebut berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024.

Tingginya angka ini, menurutnya, menunjukkan bahwa perhatian dan penanganan Stunting masih menjadi pekerjaan rumah bersama.

Tenny menjelaskan bahwa Stunting berawal dari kurangnya asupan gizi dan infeksi berulang, terutama pada masa 1000 hari pertama kehidupan anak, yaitu sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun.

“Kalau gizi tidak terpenuhi sejak awal, maka perkembangan otak anak terganggu. Itu yang menyebabkan sulit belajar saat sekolah,” katanya.

Baca juga: Stunting Masih Tinggi di Sulteng, BKKBN: 26,1 Persen Anak Alami Gagal Tumbuh

Ia menambahkan, anak yang mengalami Stunting saat kecil, saat dewasa berisiko tinggi terkena penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, obesitas, hingga jantung koroner.

“Imunitas mereka juga rendah, sehingga tidak tahan menghadapi tekanan lingkungan kerja saat dewasa,” ucapnya.

Tenny mengungkapkan bahwa dampak Stunting juga terlihat dari menurunnya produktivitas kerja.

Bahkan ada pegawai yang secara fisik tampak sehat, namun memiliki daya tangkap dan daya pikir yang rendah.

Halaman
12

Berita Terkini