Alasan Golkar Copot Adies Kadir dari Wakil Ketua DPR, Dinilai Lukai Hati Rakyat dan Picu Demonstrasi

Alasan utama di balik pencopotanAdies Kadir yang membeberkan rincian tunjangan anggota dewan, yang dianggap memperkeruh suasana

Editor: Lisna Ali
Istimewa
Inilah alasan utama di balik pencopotan Adies Kadir dari Wakil Ketua DPR RI. 

"Jadi yang naik cuma tunjangan itu saja yang saya sampaikan tadi, tunjangan beras karena kita tahu beras, telur juga naik, mungkin Menteri Keuangan juga kasihan dengan kawan-kawan DPR," kata Adies.

Ia mencontohkan, tunjangan beras yang dia terima sebelumnya sekitar Rp 10 juta per bulan dan kini naik menjadi Rp 12 juta.

Kemudian, untuk tunjangan bensin yang sebelumnya sekitar Rp 4 juta sampai Rp 5 juta, naik menjadi Rp 7 juta per bulan.

"Walaupun mobilitas daripada kawan-kawan Dewan lebih dari itu setiap bulannya," ujar Adies.  

Adies menambahkan, para anggota DPR RI saat ini juga mendapatkan tunjangan perumahan yang besarnya kurang lebih Rp 50 juta per bulan.

Sebab, seluruh anggota DPR RI tidak lagi mendapatkan rumah dinas seperti yang pernah disediakan sebelumnya. 

“Saya kira make sense (masuk akal) lah kalau Rp 50 juta per bulan. Itu untuk anggota, kalau pimpinan enggak dapat karena dapat rumah dinas," kata dia.

4 Hal yang banyak Dikeluhkan

Berikut adalah pokok-pokok tunjangan DPR yang paling banyak dikeluhkan masyarakat:

 1. Tunjangan Perumahan yang Fantastis

Poin ini menjadi pemicu utama kontroversi. Anggota DPR yang tidak menempati rumah dinas akan menerima tunjangan perumahan yang besar, mencapai Rp50 juta per bulan.

Angka ini dianggap tidak masuk akal oleh masyarakat, terutama di tengah kesulitan ekonomi.

Banyak yang berpendapat, besaran tunjangan ini jauh melampaui rata-rata penghasilan masyarakat, bahkan bisa digunakan untuk membeli rumah layak huni dalam waktu singkat.

2. Tunjangan Komunikasi Intensif yang Besar

Tunjangan ini diberikan untuk menunjang komunikasi antara anggota dewan dengan konstituennya.

Namun, angkanya yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan dianggap tidak proporsional. 

Masyarakat mempertanyakan, apakah komunikasi yang dilakukan benar-benar sepadan dengan besarnya tunjangan, mengingat sering kali aspirasi rakyat tidak tersampaikan atau diabaikan.

 3. Besaran Gaji dan Tunjangan yang Tidak Seimbang

Gaji pokok anggota DPR sebenarnya terbilang kecil. Namun, total penghasilan mereka menjadi sangat besar karena adanya berbagai tunjangan.

Hal ini menimbulkan persepsi bahwa anggota DPR lebih mengandalkan tunjangan daripada gaji pokok.

Masyarakat merasa ada ketidakadilan, di mana gaji mereka, yang merupakan pajak rakyat, digunakan untuk mendanai tunjangan-tunjangan yang tidak transparan dan tidak sebanding dengan kinerja.

4. Kinerja yang Dianggap Kurang Memuaskan

Keluhan masyarakat tidak hanya seputar besaran tunjangan, tetapi juga tentang kinerja yang dianggap kurang memuaskan.

Banyak yang merasa anggota DPR jarang terlihat di daerah pemilihan mereka dan tidak memperjuangkan aspirasi rakyat dengan sungguh-sungguh.

Tunjangan yang besar ini terasa semakin ironis ketika masyarakat melihat kinerja yang tidak maksimal dari sebagian anggota dewan.

 Artikel telah tayang di TribunJabar/Tribunnews.com
 


 

 


 


 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved