Begini Taktik Hacker Bjorka Agar Sulit Dilacak Polisi, Pindah Dark Web dan Ganti Nama Sejak 2020

WFT, pria 22 tahun terduga Hacker Bjorka, diketahui memiliki rekam jejak panjang di dunia dark web.

Editor: Lisna Ali
Kolase Tribunnews
BJORKA DITANGKAP - WFT, pria 22 tahun terduga Hacker Bjorka, diketahui memiliki rekam jejak panjang di dunia dark web. 

TRIBUNPALU.COM - WFT, pria 22 tahun terduga Hacker Bjorka, diketahui memiliki rekam jejak panjang di dunia dark web.

Ia ditangkap Polda Metro Jaya pada Selasa (23/9/2025) di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

WFT dijerat atas kasus pembobolan 4,9 juta data nasabah sebuah bank swasta.

Menurut pengakuan dan penyelidikan, WFT belajar menjadi hacker sepenuhnya secara otodidak.

Polisi memastikan WFT hanya lulusan SMK dan bukan ahli Information Technology (IT) formal.

WFT sering menghabiskan waktunya di depan komputer, mempelajari IT dari komunitas media sosial.

Jejak Hacker Bjorka ini diyakini sudah beroperasi di dark web sejak 2020 silam.

WFT menjual data-data yang diklaim berasal dari berbagai institusi dalam dan luar negeri.

Baca juga: Harga Terbaru HP Infinix: Infinix GT 30, Infinix Hot 60i, Infinix Note 50s, Infinix Zero Ultra

Semua transaksi penjualan data curian dilakukan dengan pembayaran menggunakan mata uang kripto.

Terakhir, pada Februari 2025, ia sempat mengunggah tampilan database nasabah bank swasta.

WFT bahkan nekat mengirim pesan langsung ke akun resmi bank tersebut, mengklaim keberhasilannya membobol jutaan data.

AKBP Fian Yunus membenarkan bahwa WFT telah mengeksplorasi dark web sejak 2020.

Di dark web, WFT menjual berbagai jenis data pribadi hasil peretasan dan serangan ransomware.

Untuk menyamarkan aksinya, WFT dikenal sering berganti-ganti nama alias.

Polisi menemukan jejak digitalnya di berbagai dark forum dengan nama seperti SkyWave dan Shint Hunter.

Jejak terbarunya ditemukan pada Agustus 2025 dengan nama Oposite6890.

WFT juga rutin mengganti email, nomor telepon, hingga akun kripto untuk menghindari pelacakan.

Tujuannya adalah menyamarkan diri sehingga ia menjadi sangat susah dilacak oleh aparat.

Hal itu pun sudah dibenarkan oleh AKBP Fian Yunus.

Baca juga: Rakerda Tolitoli Jadi Wadah Strategis, Gubernur Anwar Hafid Tegaskan Sinergi Pembangunan

Fian menjelaskan bahwa di dark web, sejumlah akun anonim menjual berbagai jenis data, termasuk data pribadi hasil peretasan dan serangan ransomware. 

Namun, aparat penegak hukum internasional, yakni Interpol, FBI, serta kepolisian Prancis dan Amerika Serikat menutup platform dark web yang digunakan WFT. 

“Sehingga si pelaku ini akan lompat dari satu aplikasi dark web ke aplikasi dark web yang lain.

Tetapi perangkat bukti digital yang kita temukan itu masih tersimpan di dalam perangkat-perangkat tersebut dalam bentuk jejak digital,” ujar Fian dilansir dari Kompas.com Jumat (3/10/2025).

“Jadi tujuan pelaku melakukan perubahan nama-perubahan nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya dengan membuat menggunakan berbagai macam, tentunya email atau nomor telepon atau apa pun itu sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak,” ungkap Fian. 

Menurut Fian, WFT merupakan common enemy atau musuh bersama penyidik dari berbagai belahan dunia. 

Tidak menutup kemungkinan, pelaku tengah diburu oleh kepolisian negara lain. 

“Sehingga tidak menutup kemungkinan kita akan membuka ruang untuk adanya sharing informasi dengan kepolisian negara lain,” tegas dia. 

Polda Metro Jaya siap membuka ruang berbagi informasi dengan kepolisian negara lain terkait kasus WFT.

Siapa Hacker Bjorka lebih jauh?

Baca juga: Ditangkap Akibat Bobol 4,9 Juta Data Nasabah, Sosok Bjorka Ternyata Otodidak dan Bukan Ahli IT

Sosok di balik WFT

Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menegaskan, WFT bukan merupakan seorang ahli information technology (IT).

“Hanya orang yang tidak lulus SMK. Namun, sehari-hari secara outodidak dia selalu mempelajari IT,” ucap Fian dalam kesempatan yang sama.

“Jadi, dia mempelajari segala sesuatunya itu hanya dari IT dan melalui komunitas-komunitas media sosial,” tambah dia.

Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, memastikan, WFT beraksi seorang diri di rumahnya tanpa bantuan orang lain.

“Ya, sehari-hari dia tidak ada pekerjaan, jadi memang setiap hari hanya di depan komputer. Dia sudah lama sekali dari 2020, dia sudah mulai mengenal dan mempelajari komunitas dark web, dark forum,” ungkap Herman.

“Dari situlah pelan-pelan dia mulai mempelajari bagaimana mencari uang di dunia dark web, di dunia komputer. Ya, itu saja,” tambah dia.

WFT kemudian menjual data di dark web dengan nilai puluhan juta. Namun, itu tergantung dengan kesepakatan pelaku dan pembeli.

Hasil penjualan ini digunakan WFT untuk kebutuhan sehari-hari. 

“Dari hasil tracing, dia gunakan untuk kebutuhan pribadi. Karena kan ternyata dia anak yatim piatu. Dia menghidupi semua keluarga. Dia anak tunggal, tapi dia menghidupi keluarga keluarga,” ujar Fian.

Namun, Fian tidak bisa memastikan, apakah WFT merupakan Bjorka yang memang sempat menghebohkan Indonesia atau tidak.

“Mungkin, jawabannya saya bisa jawab, mungkin. Apakah Bjorka 2020? Mungkin. Apakah dia Opposite 6890 yang dicari-cari? Mungkin,” kata Fian.

Fian menjelaskan, di dunia siber ada istilah everybody can be anybody. Oleh karena itu, polisi masih mendalami keterkaitannya.

“Kami perlu pendalaman lebih dalam lagi terkait dengan bukti-bukti yang kami temukan, baik itu data-datanya, jejak digitalnya, sehingga itu bisa kita formulasikan. Saya belum bisa menjawab 90 persen, tetapi kalau anda tanya sekarang, saya bisa jawab, mungkin,” ujar dia.(*)

Artikel telah tayang di Sripoku
 
 

 

 

 


 

 


 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved