Banggai Hari Ini

BRIN Temukan Spesies Tikus Hutan di Gunung Tompotika Banggai, Aktivis Ancam Habitat karena Tambang

Gunung Tompotika terbentang dari Kecamatan Bualemo, Balantak, hingga Kecamatan Masama.

|
Penulis: Alisan | Editor: Regina Goldie
HANDOVER
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan hasil penelitiannya di Gunung Tompotika, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. 

Laporan Wartwan TribunPalu.com, Alisan

TRIBUNPALU.COM, BANGGAI - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan hasil penelitiannya di Gunung Tompotika, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Spesies baru tikus hutan endemik Sulawesi ini dinamakan Crunomys tompotika. 

Gunung Tompotika terbentang dari Kecamatan Bualemo, Balantak, hingga Kecamatan Masama.

Hasil penelitan BRIN mendapat respons organisasi pemerhati lingkungan Iguana Tompotika.

Iguana Tompotika menyoroti ancaman serius terhadap kelestarian habitat spesies Crunomys tompotika.


Baca juga: Sinergi Polres Sigi dan Ojek Online, Wujudkan Kamtibmas Kondusif

Sebab, aktivitas pertambangan nikel yang masif di sekitar kawasan Pegunungan Tompotika mencakup Desa Siuna, m Bantayan, serta izin galian C di Desa Tombak dan Desa Teku, Kecamatan Balantak dinilai berpotensi mempersempit ruang hidup spesies ini.

Ketua Umum Iguana Tompotika, Okuk Hidaat, menilai, penemuan Crunomys tompotika menegaskan pentingnya kawasan Tompotika sebagai pusat keanekaragaman hayati yang harus dilindungi. 

Ia hawatir ekspansi pertambangan tidak terkendali justru akan mempercepat hilangnya habitat alami.

“Kami melihat izin pertambangan nikel semakin bertambah, dengan praktik yang jauh dari kaidah pertambangan berkelanjutan," ujarnya. 

Baca juga: Disdukcapil Donggala Gelar Bimtek Administrasi Kependudukan, Libatkan 150 Peserta

Hal ini, kata dia, dapat dilihat dari kerusakan ekosistem mangrove di pesisir Desa Siuna.

"Beralih fungsi menjadi terminal khusus dan lokasi penyimpanan ore nikel,” ungkapnya. 

Sebagai langkah tindak lanjut, Iguana Tompotika mendorong pemerintah daerah maupun pusat untuk segera menyusun kajian ilmiah mengenai zona habitat kritis yang tidak boleh diberikan izin pertambangan. 

Regulasi berbasis riset menjadi kunci untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.

Temuan spesies baru ini, menurutnya, harus dipandang sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan konservasi. 

"Tanpa perlindungan yang jelas, kekayaan hayati Tompotika akan semakin tergerus,” tegas Hidayat.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah, Andi Nursyamsi belum merespons terkait upaya tindaklanjut dari hasil penelitian BRIN.

Baca juga: Rakorda TPID Sulteng: Bupati Sigi Dukung Upaya Pengendalian Inflasi Daerah

Crunomys tompotika ditemukan tim peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), BRIN, bersama mitra riset dari Amerika Serikat, Australia, Prancis, dan Malaysia.

Peneliti PRBE BRIN, Anang Setiawan Achmadi, memaparkan, Crunomys tompotika dideskripsikan dari spesimen yang dikoleksi di kawasan Gunung Tompotika.

Hewan ini memiliki ukuran tubuh sedang, ekor relatif pendek dibandingkan panjang tubuh, serta bulu rapat dengan tekstur khas kelompok Crunomys.

Habitatnya berupa hutan pegunungan alami dengan vegetasi lebat yang relatif masih terjaga.

“Penemuan ini menambah daftar panjang mamalia endemik Sulawesi yang terus bertambah seiring eksplorasi lapangan yang lebih intensif,” kata Anang dalam keterangan resminya.

Selain mendeskripsikan spesies baru, jelas Anang, penelitian ini merevisi taksonomi besar dengan menyatukan seluruh anggota Maxomys (tikus berduri/spiny rats) ke dalam genus Crunomys.

Baca juga: Warga Luwuk Minta Instansi Terkait Pangkas Dahan Pohon Berpotensi Patah

“Analisis ribuan penanda DNA, termasuk data genomik resolusi tinggi, menunjukkan bahwa Maxomys tidak membentuk kelompok yang utuh (non-monofiletik) jika dipisahkan dari Crunomys. Oleh karena itu, revisi ini dianggap paling tepat untuk mencerminkan hubungan evolusi sebenarnya,” paparnya.

Peneliti melihat pentingnya penelitian biodiversitas secara berkelanjutan.

Penemuan Crunomys tompotika menunjukkan pentingnya eksplorasi lapangan dan kolaborasi internasional dalam mengungkap keragaman mamalia di Sulawesi.

“Hasil ini menjadi bukti nyata bahwa masih banyak kekayaan hayati Indonesia yang menunggu untuk dipelajari lebih dalam,” katanya.

Sejak 2012, lebih dari 20 spesies baru mamalia berhasil dideskripsikan dari Sulawesi, menunjukkan betapa kayanya fauna endemik yang terus diungkap melalui penelitian.

Menurut Anang, kolaborasi lintas Negara memungkinkan pemanfaatan teknologi genomik terkini serta memperluas cakupan data biogeografi.

Baca juga: Wagub Sulteng Resmikan Proper Transformasi Perhutanan Sosial, Inovasi Pertama di Indonesia

Dengan begitu menghasilkan kesimpulan yang lebih komprehensif mengenai sejarah evolusi mamalia di Asia Tenggara.

Penemuan Crunomys tompotika sekaligus membuka peluang penelitian lebih lanjut, baik terkait ekologi maupun interaksinya dalam ekosistem hutan Sulawesi.

“Data ini diharapkan menjadi pijakan penting memperkuat kebijakan konservasi dan memacu riset lanjutan dalam mendokumentasikan kekayaan hayati Indonesia,” tuturnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved