OPINI
OPINI: Paradoks BUMN: Aset Strategis yang Terkikis Politisasi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan pilar strategis ekonomi Indonesia yang berperan sebagai instrumen pembangunan
Kegagalan Tata Kelola dalam Tinjauan Manajemen Keuangan
Kegagalan tata kelola ini bermanifestasi langsung pada kinerja keuangan yang terukur.
Data menunjukkan tren penurunan efisiensi BUMN, terlihat dari merosotnya rasio Return on Equity (ROE) dari 10.8 % menjadi 9.3?n Return on Assets (ROA) dari 3.2 % menjadi 2.8?lam satu tahun. Ironisnya, penurunan efisiensi ini terjadi di tengah lonjakan utang yang masif.
Kombinasi peningkatan utang yang drastis dengan penurunan profitabilitas merupakan gejala klasik misalokasi modal, yang mengindikasikan bahwa keputusan investasi lebih didorong oleh agenda politik non-komersial daripada kelayakan bisnis yang sehat.
Teori Agensi (Jensen & Meckling, 1976), menjelaskan hubungan antara pemegang saham (prinsipal) dan manajemen (agen) diwarnai oleh potensi konflik kepentingan.
Dewan komisaris dibentuk sebagai mekanisme pengawasan untuk memastikan agen (manajemen) bertindak demi kepentingan terbaik prinsipal (negara/publik) dan untuk memitigasi biaya agensi (agency costs).
Namun, ketika dewan komisaris diisi oleh individu dengan afiliasi politik, struktur ini menjadi rusak. Muncul "prinsipal kedua" yang tidak terlihat, yaitu partai politik atau patron politik.
Akibatnya, komisaris yang seharusnya menjadi pengawas bagi negara, kini memiliki insentif ganda: mengawasi manajemen sambil memastikan tindakan manajemen juga sejalan dengan kepentingan prinsipal kedua.
Konflik kepentingan ini menjadi tak terhindarkan. Keputusan investasi mungkin tidak lagi didasarkan pada analisis Net Present Value (NPV) yang positif, melainkan pada proyek-proyek yang memiliki visibilitas politik tinggi. Kebijakan rekrutmen mungkin lebih mengutamakan afiliasi daripada kompetensi.
Fungsi pengawasan yang seharusnya tajam menjadi tumpul karena loyalitas telah terbagi.
Baca juga: DPRD Minta Pemda Parigi Moutong Realisasikan Hasil Reses dan Laporkan Secara Tertulis
Runtuhnya mekanisme kontrol ditinjau dari analisis teori pengendalian. Teori Pengendalian (Control Theory) dalam manajemen berfokus pada sistem dan mekanisme yang dirancang untuk menjaga organisasi tetap pada jalurnya dalam mencapai tujuan strategisnya.
Mekanisme ini mencakup pengendalian internal, audit independen, dan yang terpenting, pengawasan oleh dewan yang objektif. Dewan komisaris yang didominasi oleh unsur politik secara sistematis melemahkan mekanisme kontrol ini.
Alih-alih berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif (checks and balances), dewan tersebut justru dapat menjadi fasilitator bagi keputusan-keputusan yang didorong oleh motif politik, yang sering kali mengabaikan prosedur standar keuangan dan operasional.
Risiko penipuan (fraud), alokasi sumber daya yang tidak efisien, dan penyimpangan strategis dari tujuan komersial yang sehat meningkat secara eksponensial. Ketika kontrol internal dilemahkan dari atas, budaya kepatuhan di seluruh organisasi terkikis.
Pergeseran fungsi dari pelayan menjadi partisan merupakan sebuah distorsi dalam pandangan teori stewardship.
Validasi Data, Garis Kemiskinan dan Integrasi Program Jadi Kunci Utama Strategi Penangan Kemiskinan |
![]() |
---|
Pertanian di Tanah Kaili, Daya Saing atau Sekadar Slogan? |
![]() |
---|
Regenerasi Pertanian Nasional dari Timur Indonesia |
![]() |
---|
OPINI : Dokter Jantung Anak Hanya untuk yang Mampu? Potret Buram Akses Kesehatan Publik |
![]() |
---|
OPINI: Korupsi Pendidikan Menggerus Kesehatan Mental Generasi Emas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.