Sulteng Hari Ini

Dosen Hukum Tata Negara Unismuh Palu Nilai Putusan MK Soal Larangan Polri di Jabatan Sipil Keliru

Keputusan ini dianggap tidak sekadar persoalan kepegawaian, namun juga dinilai sebagai indikator lemahnya pembacaan arah reformasi kelembagaan.

Penulis: Robit Silmi | Editor: Fadhila Amalia
Handover
Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, Dr. Abdullah 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil kembali menjadi sorotan. 

Keputusan ini dianggap tidak sekadar persoalan kepegawaian, namun juga dinilai sebagai indikator lemahnya pembacaan arah reformasi kelembagaan.

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, Abdullah, turut angkat bicara. 

Baca juga: Bonus Demografi Bisa Jadi Ancaman, Mahasiswa Untad Didorong Siap Hadapi Indonesia Emas 2045

Ia menegaskan bahwa konsep otonomi sipil pada prinsipnya masih membuka ruang bagi penugasan anggota Polri pada jabatan tertentu selama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut Abdullah, undang-undang kepolisian yang menjadi objek gugatan hanya membatasi personel Polri untuk tidak menduduki jabatan di luar yang telah ditentukan. 

Ia menilai bahwa fungsi dasar kepolisian yang meliputi keamanan dan penegakan hukum tetap memberikan peluang bagi penempatan anggota Polri pada sejumlah institusi sipil tertentu.

“Putusan MK ini seharusnya bersyarat. Kepolisian masih dapat menduduki jabatan di institusi sipil yang berhubungan dengan fungsi keamanan dan penegakan hukum,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Minggu (23/11/2025).

Baca juga: Kolaborasi TP-PKK dan KPID, Edukasi Tontonan Sehat untuk Ibu dan Anak Diperkuat di Sulteng

Ia mencontohkan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga yang memiliki peran langsung terhadap keamanan dan penegakan hukum dalam pemberantasan narkotika, sehingga penempatan anggota Polri dinilai tepat. 

Hal serupa juga berlaku pada lembaga seperti Bea Cukai, Imigrasi, Bakamla, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Abdullah turut menilai MK keliru karena tidak menegaskan pengecualian tersebut dalam amar putusannya. 

Menurutnya, MK seharusnya menuliskan secara eksplisit bahwa larangan hanya berlaku bagi institusi yang tidak memiliki fungsi keamanan atau penegakan hukum.

Baca juga: Parigi Moutong Punya Emas Kuning, Gubernur Sulteng Ingin FTT Perkuat Identitas Durian

Secara tata negara dan administrasi negara, kata Abdullah, penugasan anggota Polri ke jabatan sipil sah-sah saja selama masih relevan dengan tugas pokok dan fungsinya. 

Namun ia menegaskan, jika Kapolri menempatkan anggota Polri di jabatan sipil yang tidak memiliki irisan fungsi, maka keputusan tersebut dapat digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Menurut saya, Kepolisian masih dapat menduduki jabatan sipil sepanjang penugasannya beririsan dengan fungsi keamanan dan penegakan hukum. Termasuk KPK, Imigrasi, Bea Cukai, BNN, Bakamla, dan institusi lain yang memiliki keterkaitan,” pungkasnya.(*)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved