Revisi UU KPK Berjalan Mulus Sampai Disahkan, Abaikan Kritik hingga KPK Merasa Tak Dilibatkan
Revisi Undang-Undang yang mengatur tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan sangat cepat.
Hal ini mengacu pada putusan MK Nomor 36 Tahun 2017.
Pada UU KPK sebelum direvisi, KPK disebut hanya lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
2. Dewan Pengawas KPK
Setelah UU KPK direvisi, tim penasihat KPK dihapus dan digantikan oleh Dewan Pengawas KPK yang terdiri dari satu ketua dan empat anggota dan dipilih oleh presiden.
Dewan Pengawas KPK nantinya memiliki kewenangan melaksanakan tugas dan wewenang KPK, memberi/tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai, memeriksa dugaan pelanggaran kode etik, mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK setahun sekali.
Dewan Pengawas KPK juga wajib melaporkan kinerja ke presiden dan DPR setahun sekali.
3. Pembatasan Fungsi Penyadapan oleh KPK
Setelah UU KPK direvisi, KPK diwajibkan meminta izin tertulis dari dewan pengawas sebelum menyadap.
Dewan pengawas memberikan izin penyadapan dalam waktu 1×24 jam.
UU KPK mengatur jangka waktu penyadapan selama 6 bulan dan dapat diperpanjang satu kali dalam jangka waktu yang sama.
KPK juga wajib memusnahkan hasil penyadapan yang tidak terkait dengan kasus korupsi yang sedang ditangani KPK.
Pihak yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana.
4. Mekanisme Penerbitan SP3 oleh KPK
KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan (SP3) terhadap perkara tipikor yang tidak selesai dalam jangka waktu maksimal dua tahun.
SP3 juga harus dilaporkan ke dewan pengawas paling lambat satu minggu sejak dikeluarkannya SP3.
Berbeda dengan kewenangan SP3 di Polri dan Kejaksaan yang tak dibatasi waktu.
Pembatasan hanya berdasarkan kedaluwarsa perkara sesuai ancaman hukuman.
5. Koordinasi KPK dengan Penegak Hukum
KPK wajib berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dalam hal pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
KPK juga bisa mengambil alih perkara dalam tahap penyidikan dan penuntutan.
Sementara pasal sisipan dihapus, yakni Pasal 12A, terkait keharusan KPK berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan dihapus.
Pemerintah mengusulkan pasal ini untuk dihapus.
6. Mekanisme Penyitaan dan Penggeledahan
Setelah UU KPK direvisi, sebelum melakukan penggeledahan dan penyitaan, KPK mesti meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Dewan Pengawas KPK bisa memberi/tidak memberi izin dalam waktu 1x24 jam sejak permintaan diajukan.
Hal ini diatur dalam Pasal 47 ayat 1 dan 2.
Pada UU KPK sebelumnya, KPK tidak perlu meminta izin kepada siapa pun untuk menggeledah dan menyita, selama ada dugaan kuat serta bukti permulaan yang cukup.
7. Status Kepegawaian KPK
Status kepegawaian KPK sebagai ASN dan tunduk pada ketentuan UU ASN.
Pengangkatan pegawai juga sesuai UU ASN.
Status pegawai KPK ini juga sempat jadi kritik.
Sebab, apabila pegawai KPK menjadi ASN, ditengarai bisa mengganggu independensi pegawai KPK, terlebih lagi yang ditangani adalah pejabat negara yang statusnya lebih tinggi dari pegawai tersebut.
Begitu pula saat melakukan pencegahan, berpotensi tidak optimal karena yang disuruh adalah penyelenggara negara dengan tingkatan lebih tinggi.
(Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mulusnya Pengesahan Revisi UU KPK, Abai Kritik hingga Tak Libatkan KPK"