Terkini Daerah

5 Hal Seputar Anggaran Pemprov DKI Jakarta untuk Pembelian Speaker Senilai Rp4 Miliar

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menjadi sorotan terkait anggaran membeli pengeras suara (speaker/toa) senilai Rp4 miliar.

freeimages.com via TribunJabar.id
ILUSTRASI speaker. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menjadi sorotan terkait anggaran membeli pengeras suara (speaker/toa) senilai Rp4 miliar. 

Menurut Saefullah, anggaran tersebut merupakan tanggung jawab Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait atau dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta.

"Kalau isi kegiatan itu menjadi wewenang dan tanggung jawab SKPD. Kamu perlu apa, ada apa, mereka yang tanggung jawab," ucapnya, Kamis (16/1/2020).

Saefullah pun menyebut, pihaknya tidak bisa mengintervensi apa yang sudah direncanakan oleh BPBD.

Baik itu dari proses penganggaran maupun pengadaan yang dilakukan oleh masing-masing SKPD.

"Proses pengadaan, termasuk nilainya, mark up apa enggak, wajar apa enggak, itu jadi tanggung jawab SKPD," ujarnya di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat.

"Kita tidak pernah intervensi, kalau saya intervensi salah," tambahnya menjelaskan.

Untuk itu, Saefullah pun menyebut, pihaknya mempercayakan pengadaan alat untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana di DKI Jakarta kepada BPBD.

"Dia (BPBD) yang merencanakan, dia yang melaksanakan," kata Saefullah.

Pembentukan Provinsi Solo Raya Disebut Dapat Berdampak Positif pada Masyarakat

Fakta Terbaru Kasus Pembunuhan Hakim PN Medan Jamaluddin, Skenario Serangan Jantung Gagal

4. Mengundang kritikan.

Pembelian enam set speaker canggih dengan anggaran fantastis sebesar Rp4 miliar mengundang sejumlah kritikan.

Salah satu kritikan berasal dari anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana.

William menilai, anggaran pembelian speaker tidak efektif.

Sebab, pengeras suara hanya bisa menjangkau masyarakat dalam radius 500 meter.

Selain itu, William menyarankan agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melanjutkan penggunaan aplikasi Pantau Banjir warisan pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.

William menyarankan hal ini lantaran hampir semua warga Jakarta memiliki telepon seluler, dan kebanyakan di antaranya merupakan ponsel pintar alias smartphone.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved