Covid-19, Hampir Semua Negara G20 Diprediksi Mengalami Resesi, kecuali Indonesia dan 2 Negara Ini

Lebih dari setengah negara-negara yang masuk dalam jajaran G20 diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Biro pers setpres
Presiden Jokowi saat berbincang santai dengan para pemimpin negara G20 di KTT G20, Osaka, Jumat (28/6/2019). Lebih dari setengah negara-negara yang masuk dalam jajaran G20 diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebagai imbas dari pandemi virus corona Covid-19. 

TRIBUNPALU.COM - Wabah virus corona Covid-19 berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi.

The Economist merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi untuk semua negara-negara anggota G20.

Hasilnya, wabah virus corona (Covid-19) membawa hampir seluruh negara-negara G20 jatuh ke jurang resesi.

Lebih dari setengah negara-negara yang masuk dalam jajaran G20 diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

“Gambaran ekonomi global tampak suram, dengan resesi di hampir setiap ekonomi maju di seluruh dunia," kata Direktur Forecast Global EIU, Agathe Demarais dikutip dari The Economist, Selasa (31/3/2020).

PBB Sebut Pandemi COVID-19 sebagai Ujian Terbesar Pasca Perang Dunia II

Jika Ada yang Korupsi Dana Penanggulangan Corona, KPK Ancam Tuntut Hukuman Mati

Pocong Jaga Desa saat Lockdown Jadi Berita Viral di Korea, Nama Baru sang Hantu Tuai Sorotan

 

Data The Economist memperlihatkan, hanya 3 negara-negara G20 yang diprediksi masih menunjukkan pertumbuhan ekonomi positif sepanjang 2020.

Meski demikian angka itu tetap menurun kian dalam. Ekonomi global sendiri diprediksi akan terkontraksi sebesar 2,2 persen.

Salah satu dari 3 negara yang masih positif adalah Indonesia. The Economist memprediksi pertumbuhan PDB riil pada tahun 2020 berada di angka 1 persen.

Sebelum virus corona menyerang, PDB Indonesia diprediksi tumbuh 5,1 persen.

Selain Indonesia, China dan India juga masih diprediksi mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan berada di angka 1 persen pada 2020 dari yang sebelumnya 5,9 persen.

Sementara India, PDB pada tahun 2020 berada di angka 2,1 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,9 persen.

Demarais menuturkan, pemulihan ekonomi bisa saja terjadi pada semester II tahun 2020. Namun, tidak ada yang menjamin pertumbuhan akan terkontraksi lebih jauh bila ada gelombang epidemi kedua dan ketiga.

"Risiko penurunan skenario dasar ini sangat tinggi, karena munculnya gelombang epidemi kedua, atau ketiga akan menenggelamkan pertumbuhan lebih lanjut," ujarnya.

Selain itu pada tahap ini, Demarais mengaku sulit pula melihat strategi keluar dari penguncian. Artinya ketidakpastian pertumbuhan akan tetap tinggi.

"Akhirnya, kombinasi dari pendapatan fiskal yang lebih rendah, dan pengeluaran publik yang lebih tinggi, akan menempatkan banyak negara di ambang krisis utang," ungkapnya lebih lanjut.

Pertumbuhan negatif G20

Selain ketiga negara di atas, ekonomi AS diprediksi akan berkontraksi sebesar 2,8 persen tahun ini setelah sebelumnya diprediksi tumbuh mencapai 1,7 persen.

Penyebabnya, respon awal AS terhadap pandemik dinilai buruk sehingga memungkinkan penyakit menyebar dengan cepat.

Selain itu, saat risiko ekonomi mulai meningkat akibat corona, perjanjian minyak mentah antara Arab Saudi dengan Rusia untuk memangkas produksi minyak justru runtuh. Hal itu membuat harga minyak dunia jatuh.

Kombinasi epidemi virus corona dan penurunan harga minyak global, membuat investasi akan mengalami kontraksi tajam tahun ini, terutama di sektor energi. Akhirnya pertumbuhan ekspor akan menurun.

"Ini menempatkan tawaran pemilihan ulang Donald Trump (dalam Pilpres) dalam risiko, karena pengangguran tampaknya akan meningkat tajam," tulis The Economist.

Sempat Dilakukan Pemeriksaan Hidung dan Dubur, Kucing Peliharaan di Hong Kong Positif Corona

Sejumlah Negara Eropa Menolak Pakai Masker Buatan China, Ini Alasan di Balik Penolakannya

Ekonomi China

Dampak ekonomi karena wabah virus corona lebih dalam dibanding dampak SARS untuk ekonomi China. Jika asumsi virus corona "tak kambuh" lagi, pertumbuhan PDB riil China bisa berada pada angka 1 persen pada 2020.

Lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi 2019 yang sebesar 6,1 persen.

"Perlambatan akan terkonsentrasi pada kuartal I tahun ini dan masih akan tetap terasa di kuartal II. Pertumbuhan akan pulih pada paruh kedua tahun ini ketika China biasanya menghasilkan sebagian besar PDB-nya," tulis The Economist.

Kawasan Eropa

Kawasan Eropa akan menjadi salah satu daerah yang paling terpukul, dengan membukukan resesi setahun penuh sebesar 5,9 persen.

Lebih rinci, pertumbuhan ekonomi Jerman sebesar -6,8 persen, Perancis -5 persen, dan Italia -7 persen.

Di Jerman, sebagian besar sektor manufaktur sangat berorientasi ekspor. Artinya negara tersebut secara khusus akan terkena gangguan rantai pasokan dan permintaan global yang lemah.

"Akibatnya, pemulihan yang kami harapkan pada paruh kedua tahun 2020 di negara zona euro lainnya akan terwujud jauh lebih lambat di Jerman," ungkapnya.

Amerika Latin

Selain zona Eropa, prospek pertumbuhan juga sangat buruk di negara-negara Amerika Latin. Pertumbuhan negara Argentina akan terkontraksi sebesar -6,7 persen, Brazil -5,5 persen, dan Meksiko -5,4 persen.

Meksiko sendiri sangat bergantung pada tren di AS. Artinya bila pertumbuhan PDB di AS menurun, tentu akan memberikan tekanan para prospek pertumbuhan Meksiko.

Di seluruh kawasan, gangguan bisnis akan menyebabkan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) turun tajam.

Hal ini akan sangat merusak wilayah-wilayah yang memiliki tabungan domestik lemah. Dengan FDI menyumbang 3 persen dari PDB dan 15 persen dari total investasi tetap.

Sementara itu, untuk negara-negara Amerika Selatan, pendekatan musim dingin di belahan bumi selatan meningkatkan prospek epidemi yang sulit dan berkepanjangan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hampir Seluruh Anggota G20 Diprediksi Resesi, Kecuali RI dan 2 Negara Ini"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved