Eksploitasi 18 ABK asal Indonesia di Kapal China Disebut sebagai Perbudakan Modern
Ketua Umum GP Ansor mengecam keras dugaan kasus human trafficking terhadap 18 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China.
Setelah 15 hari berada di laut lepas di sekitar Samoa, kapal ini mulai menangkap ikan tuna.
Kapal tersebut menangkap ikan selama 8 bulan dan berhenti menangkap ikan tuna setelahnya.
Kata Gus Yaqut, Ilyas menjelaskan bahwa pada bulan Desember 2019, dua ABK asal Indonesia jatuh sakit.
Karena sakitnya semakin serius, para kru mendesak kapten kapal untuk melabuhkan kapal agar kedua ABK tersebut mendapatkan penanganan medis yang memadai.
Akan tetapi kapten kapal menolak dengan alasan tidak mendapatkan otorisasi dari perusahaan.
Menurut keterangan Ilyas, ujar Gus Yaqut, tanggal 22 Desember 2019 pagi, seorang ABK dengan inisial (S) meninggal dunia.
Kapten kapal lantas melarung jenasah (S) ke laut pada sore di hari yang sama.
Kemudian pada tanggal 27 Desember 2019, seorang ABK lain yang sakit dipindahkan ke kapal lain, Longxing 802 yang sedang perjalanan menuju pelabuhan terdekat di Samoa.
Setelah delapan jam berada di di Longxing 802, ABK yang berinisial (Al) meninggal dunia, dan juga dilarung ke laut.
Karena kejadian ini, lanjut Ilyas seperti dikutip Gus Yaqut, kru Longxing 802 panik dan minta dipulangkan.
Longxing 802 berlayar kembali ke Busan.
Pada tanggal 27 Maret 2020, para ABK tersebut dipindahkan ke kapal lain yang bernama Tian Yu 8 yang sedang dalam perjalanan ke Busan.
Pemindahan ini untuk menghindari kemungkinan penolakan berlabuhnya kapal Longxing karena adanya insiden kematian.
• Menhub Budi Karya Buka Layanan Transportasi, Mensesneg Pratikno Tegaskan Mudik tetap Dilarang
• Jokowi Teken Perppu, Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 Ditunda Hingga Desember karena Corona
Dikatakan Ilyas, terang Gus Yaqut, pada 29 Maret 2020 ketika Tian Yu 8 mendekati perairan Jepang, seorang ABK yang berinisial Ar meninggal dunia, dan juga dilarung ke laut.
Kapal tiba di Busan pada 24 April 2020.