LIPI Kembangkan Imunomodulator dari Tanaman Herbal untuk Tangani Covid-19, Uji Klinis Sudah Selesai
Imunomodulator adalah zat yang dapat memengaruhi dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
TRIBUNPALU.COM - Memanfaatkan kekayaan tanaman obat yang dimiliki Indonesia, ratusan peneliti mengembangkan imunomodulator herbal bagi pasien Covid-19.
Imunomodulator adalah zat yang dapat memengaruhi dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Penelitian ini dikembangkan para peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada para pasien di Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran.
Selain LIPI, peneliti juga berasal dari Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Tentara Nasional Indonesia, dan tim tenaga kesehatan RSDC Wisma Atlet Kemayoran.
• Studi Terbaru: Tubuh Mampu Bentuk Kekebalan terhadap Covid-19, Bahkan Setelah Gejala Ringan
• Selamat dari Maut saat MotoGP Austria 2020, Ini Alasan Valentino Rossi Tetap Lanjutkan Balapan
Dalam Diskusi Tim Uji Klinis Kandidat Imunomodulator untuk Pasien Covid-19 disampaikan saat ini uji klinis telah selesai dilakukan dan tim peneliti sedang melakukan pengumpulan data yang akan dikirimkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selalu regulator.
"Kami tidak akan melaporkan hasil uji klinis ini, sebelum BPOM menyatakan imunomodulator ini berhasil atau tidaknya," kata Masteria Yunovilsa Putra, Ph.D dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI selaku Koordinator Kegiatan Uji Klinis Kandidat Imunomodulator Herbal untuk Penanganan Covid-19, Senin (17/8/2020).
Terdapat dua produk yang diuji klinis sebagai imunomodulator, yakni Cordyceps militaris dan kombinasi ekstrak herbal.
Kombinasi ekstrak herbal ini terdiri dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum), daun meniran (Phyllanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata), dan daun sembung (Blumea balsamifera).
"Kombinasi herbal tersebut sudah diformulasikan, memiliki data stabilitas dan ada prototipenya," ungkap Masteria.
Riset ini sudah dimulai sejak 8 Juni lalu dan melibatkan 90 subjek penelitian dengan rentang usia 18-50 tahun yang diberikan intervensi selama 14 hari.
• Unggah Foto Istri dan Beri Kalimat Puitis, Pasha Ungu Justru Diprotes oleh Adelia Wilhelmina
• Oscar Lawalata Akui Tak Mudah Sampaikan Soal Dirinya kepada Mario Lawalata dan Reggy Lawalata
• Artis Korea Kang Sora Segera Akhiri Masa Lajang: Aku Ingin Habiskan Sisa Hidupku Bersamanya
Kriteria subyek penelitian adalah pasien positif Covid-19 baru yang telah dikonfirmasi melalui Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan memiliki gejala pneumonia ringan.
Subyek juga tidak hamil atau menderita penyakit lain seperti DBD, demam tifus, gangguan jantung, gangguan ginjal, maupun memiliki alergi terhadap produk yang diujikan.
"Metode uji klinis dilakukan secara blinding, acak dan tersamar ganda, baik subjek maupun peneliti tidak mengetahui mana yang diberikan salah satu produk tersebut," jelas Masteria.
Masteria mengatakan metode uji klinis kandidat imunomodulator dilakukan secara acak terkontrol tersamar ganda dengan plasebo untuk menghindari terjadinya bias pada penelitian.
Terdapat dua produk uji dan satu plasebo yang diberikan secara acak dan merata kepada 90 subyek uji yang dibagi menjadi tiga kelompok.