UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja dan Isu Lingkungan: Peluang Korupsi Membesar, Partisipasi Warga dalam Amdal Berkurang
Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (3/11/2020) menimbulkan kontroversi di bidang lingkungan.
"Saya sangat khawatir bahwa masyarakat yang terkena dampak langsung ini adalah masyarakat yang langsung bersebelahan dengan lokasi," kata Andri.
Di samping berkurangnya partisipasi publik, Andri juga menyoroti UU Cipa Kerja yang menghilangkan pasal-pasal yang mengatur sanksi tertentu.
Menurut Andri, hal itu justru akan mendatangkan investor-investor bermasalah dan akan menyuburkan praktik korupsi di Indonesia.
"Ini bukan hanya untuk bilang ke investor, 'ayo gampang ke Indonesia investasinya, pengurusan izinnya mudah'. Bukan cuma itu, tapi juga memberikan jaminan kepada mereka bahwa 'kalian enggak perlu khawatir kalau terjadi pelanggaran hukum, karena toh sanksinya enggak berat," kata Andri.
Baca juga: Di Tengah Sengitnya Pilpres AS 2020, Amerika Serikat Resmi Keluar dari Paris Agreement
Baca juga: Polemik Amdal dan Izin Lingkungan di UU Cipta Kerja, Ini Kata Siti Nurbaya Bakar dan Sri Mulyani
Baca juga: Presiden Jokowi Bantah 7 Poin Disinformasi UU Cipta Kerja: termasuk Masalah Cuti dan Amdal
Partisipasi Masyarakat dalam AMDAL Semakin Sempit
Andri Gunawan menilai, UU Cipta Kerja telah mengurangi partisipasi masyarakat terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Andri mengatakan, dalam sebuah negara demokrasi, publik seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang sifatnya publik, termasuk soal lingkungan hidup.
"Sebagai sebuah negara yang mengklaim negara demokratis, maka dia bagian yang harus ada di dalam pengambilan keputusan yang sifatnya publik. Keputusan lingkungan segala macem itu kan keputusan publik, jadi harus demokratis," kata Andri.
Andri menuturkan, berkurangnya partisipasi publik tersebut tercermin dalam beberapa ketentuan pada Pasal 22 UU Cipta Kerja yang mengubah sejumlah pasal UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Misalnya, penysunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal) kini hanya perlu melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
Baca juga: UU Cipta Kerja Resmi Ditanda Tangani Presiden, Empat Pihak Ini Ajukan Uji Materi ke MK
Baca juga: Ada Kekeliruan dalam UU Cipta Kerja, Sindiran Melanie Subono: Pasti Salah Tukang Fotokopi
Baca juga: Istana Akui Ada Kekeliruan UU Cipta Kerja, Sudjiwo Tedjo: Rakyat dan UU Jangan Dijadikan Mainan Pak
Padahal UU 32 Tahun 2009 menyatakan, penyusunan amdal mesti melibatkan masyarakat yang terkena dampak, pemerhati lingkungan hidup, dan/atau masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
"Dan undang-undang tidak menjelaskan apa sih yang dimaksud terkena dampak langsung. Saya sangat khawatir bahwa masyarakat yang terkena dampak langsung ini adalah masyarakat yang langsung bersebelahan dengan lokasi," ujar Andri.
UU Cipta Kerja juga menghapus Pasal 26 Ayat (4) UU 32/2009 yang menyatakan masyarakat dapat mengajukan keberatan atas dokumen amdal serta menghapus Pasal 30 UU 32/2009 yang menyatakan masyarakat sebagai anggota Komisi Penilai Amdal.
"Nah ini sekarang dihapus, sekarang masyarakat hanya ada di dalam proses penyusunan saja, penyusunan awal bahkan. Keberatan, penilaian, tidak lagi menjadi bagian dari hak masyarakat untuk terlibat," ujar Andri.
Dengan berkurangnya partisipasi publik tersebut, Andri menilai praktik korupsi yang mulanya ingin dikurangi melalui UU Cipta Kerja malah tambah subur.