Di Tengah Pandemi Covid-19, Angka Kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Semakin Meningkat

Angka kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat seiring diberlakukannya lockdown dalam memutus rantai penularan virus corona Covid-19.

helpguide.org
ILUSTRASI kekerasan terhadap perempuan. 

Namun, forum tersebut mengatakan bahwa langkah-langkah yang dirancang untuk membantu para korban masih belum cukup.

"MASK-19"

Di seluruh dunia, PBB mengatakan bahwa hanya satu dari delapan negara yang telah mengambil tindakan lanjut untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 terhadap wanita dan anak-anak.

Di Spanyol, para korban dapat secara diam-diam meminta bantuan di apotek dengan menggunakan kode "masker-19", dan beberapa asosiasi di Prancis mendirikan titik kontak di supermarket.

"Para perempuan yang datang kepada kami berada dalam situasi yang tak tertahankan, berbahaya," kata Sophie Cartron, asisten direktur di asosiasi yang bekerja di sebuah pusat perbelanjaan dekat Paris.

"Penguncian sementara (lockdowon) justru membuat dinding kesenyapan," katanya.

Mobilisasi pada 25 November, dalam rangka Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan masih belum pasti karena adanya pembatasan-pembatasan terkait dengan pandemi Covid-19.

Meski begitu, parade untuk memperjuangkan hak-hak perempuan masih tetap digelar di Kosta Rika, Guatemala, Liberia, Namibia dan Rumania baru-baru ini.

"Kami tidak akan dapat berdemonstrasi untuk mengungkapkan kemarahan kami, atau sekadar berbaris bersama," kata kelompok Family Planning yang berbasis di Paris.

"Tapi kami akan membuat diri kami didengar semuanya, baik secara virtual maupun visual," lanjutnya.

Tamara Mathebula dari South African Commission for Gender Equality menggambarkan "maskulinitas toksik" (toxic masculinity) kronis yang terjadi "di mana pun kamu memandang."

"Ada kesenjangan upah gender yang melebar dan terus melebar selama pandemi COVID-19," katanya kepada AFP.

Akibatnya, "kekerasan berbasis gender semakin memburuk", katanya, dan konsekuensinya bisa sangat serius.

Pada bulan Juli 2020 lalu, PBB memperkirakan bahwa enam bulan pembatasan terkait Covid-19 dapat mengakibatkan 31 juta tambahan kasus kekerasan seksual di dunia dan tujuh juta kehamilan yang tidak diinginkan.

Situasi itu juga merusak perjuangan melawan sunat alat kelamin perempuan dan kawin paksa, kata PBB.

SUMBER: AFP via Channel News Asia

(TribunPalu.com/Rizki A.)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved