Fadli Zon Ingatkan Pemerintah Soal Deklarasi Papua Barat: Kok Masih Sibuk Urus HRS?
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon kembali melontarkan kritik kepada pemerintah yang dianggap terlalu sibuk mengurusi Rizieq Shihab.
TRIBUNPALU.COM - Politisi Partai Gerindra Fadli Zon kembali melontarkan kritik kepada pemerintah.
Fadli Zon dikenal sebagai salah satu tokoh publik yang kerap memberikan kritikan atas kebijakan pemerintah.
Kali ini ia menyoroti sikap pemerintah yang dianggap terlalu sibuk mengurusi pimpinan ormas Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
Sebagaimana diketahui, Rizieq Shihab baru saja kembali ke Tanah Air pada awal November lalu.
Kepulangannya pun menjadi sorotan lantaran dianggap menimbulkan terjadinya kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19.
Di samping itu, baru-baru ini sosok HRS kembali menjadi sorotan terkait kondisi kesehatannya termasuk masalah tes usap (swab) PCR Covid-19 yang dijalaninya.

Baca juga: Rizieq Shihab Ikuti Saran Tim Medis: Masih Observasi, Berkala Diperiksa Rapid Test Hingga Swab PCR
Baca juga: Soal Habib Rizieq Shihab, Fadli Zon Sebut Walkot Bogor Bima Arya Cari Perhatian
Baca juga: Mahfud MD Minta Rizieq Shihab Kooperatif Jika Nanti Diperiksa Polisi Soal Kerumunan di Petamburan
Fadli Zon lantas menilai bahwa pemerintah terlalu sibuk mengurusi masalah tersebut.
Padahal, menurutnya ada masalah lain yang juga perlu menjadi perhatian.
Misalnya ialah soal deklarasi kemerdekaan Papua Barat pada Selasa (1/12/2020) lalu.
Dilansir dari BBC, Pimpinan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda, telah mendeklarasikan diri menjadi presiden sementara untuk Papua Barat.
Menanggapi kabar tersebut, Fadli Zon pun menyampaikan pesan kepada Presiden Joko Widodo hingga Kapolri.
"Pak Jokowi, Pak Mahfud MD, Panglima TNI, Kapolri, Benny Wenda jelas-jelas sudah nantang (menantang, red.) RI. Kok masih sibuk urus HRS (Habib Rizieq Shihab)?," tulisnya melalui cuitan di Twitter @fadlizon pada Rabu (2/12/2020).
Pada cuitan itu, ia juga terlihat menandai akun resmi Presiden dan Menko Polhukam Mahfud MD.
Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) mengumumkan Pemerintahan Sementara Papua Barat
Dikutip dari BBC, Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) mengumumkan Pemerintahan Sementara Papua Barat telah mengumumkan pemerintahan sementara Papua Barat pada Selasa (1/12/2020).
Di samping itu, pimpinan ULMWP Benny Wenda disebut mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara Papua Barat per 1 Desember 2020.
"Pengumuman ini menandai perlawanan intensif terhadap koloni Indonesia di Papua Barat sejak 1963," kata Benny Wenda dalam siaran persnya.
Pada kesempatan itu ia juga sekaligus menyatakan menolak segaal aturan dan kebijakan dari pemerintah Indonesia.
Adapun diketahui, tanggal 1 Desember dianggap sebagai hari kemerdekaan Papua oleh sejumlah kalangan.

Baca juga: Benny Wenda Disebut Dalang Kerusuhan Papua, Wiranto: Dia Menyebarkan Opini Salah Tentang Indonesia
Baca juga: Profil Benny Wenda, Tokoh yang Disebut Berada di Balik Rusuh Papua
Kantor HAM PBB soroti kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat
Sementara itu, Kantor HAM PBB melalui juru bicara Ravina Shamdasani menyoroti kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat dalam beberapa bulan terakhir.
"Kami terusik dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa pekan dan bulan terakhir di Papua dan Papua Barat, serta meningkatnya risiko kembalinya ketegangan dan kekerasan," kata Ravina dalam pernyataan kepada media, Senin (30/11/2020).
Antara lain, kasus penembakan yang jenazahnya ditemukan di Gunung Limbaga, Distrik Gome, Papua Barat pada 22 November lalu.
Kemudian, rangkaian pembunuhan yang menewaskan enam orang termasuk aktivis, pekerja gereja, dan warga pendatang pada September dan Oktober 2020.
Korban tewas juga berasal dari aparat keamanan.
Selain kasus pembunuhan, kantor urusan HAM PBB juga menerima laporan tentang penangkapan aktivis dan pegiat HAM.
Setidaknya 84 orang, termasuk Wensislaus Fatuban, pegiat sekaligus penasihat HAM Majelis Rakyat Papua (MRP) dan tujuh anggota staf MRP, ditangkap dan ditahan pada 17 November oleh kepolisian di Kabupaten Merauke.
Mereka ditangkap menjelang rapat dengar pendapat yang diselenggarakan MRP mengenai implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus di provinsi Papua dan Papua Barat.
Fatuban dan sejumlah anggota lainnya kemudian dibebaskan pada 18 November.
PBB pun menyerukan Pemerintah Indonesia menegakkan hak-hak masyarakat atas kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat secara damai, sejalan dengan kewajiban internasionalnya, terutama menjelang 1 Desember—di mana sering terjadi unjuk rasa, ketegangan, dan penangkapan.
Selain itu, PBB juga meminta pemerintah menggelar ruang dialog "yang bermakna dan inklusif" dengan masyarakat Papua dan Papua Barat untuk menangani persoalan ekonomi, sosial dan politik yang tak berkesudahan.
(TribunPalu.com/Clarissa) (BBC Indonesia)