Bom Meledak di Makassar
Daniel Otak JAD Terkait Bom di Gereja Ketedral Makassar, Terima Dana dari Luar Negeri Rp 413 Juta
Kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dituding bertanggung jawab atas peristiwa bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar.
"Mereka (dua pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar) adalah bagian dari kelompok (teroris) beberapa waktu yang lalu. Ada kurang lebih 20 orang dari kelompok JAD yang kita amankan. Mereka bagian dari itu," ujar Listyo Sigit dilansir tribunnews.com dari live Kompas TV.
Kepolisian sejauh ini telah berhasil mengidentifikasi identitas salah satu pelaku pengeboman di Gereja Katedral Makassar.
"Kami sudah mendapatkan laporan bahwa terkait dengan identitas pelaku, kita sudah mendapatkan dengan inisial L," ujar Listyo.
Pelaku L ini, kata Listyo, merupakan bagian dari puluhan anggota JAD yang ditangkap Tim Densus 88 Anti-teror pada bulan Januari.
Selain itu Listyo juga mengungkapkan bahwa kelompok teroris JAD ini pernah terlibat serangkaian aksi teror yang terjadi di Jolo, Filipina, pada 2018 silam.
"Yang bersangkutan merupakan kelompok dari beberapa pelaku (teroris) yang beberapa waktu lalu telah kita amankan," kata dia.
"Kelompok ini tergabung atau terkait dengan kelompok yang pernah melaksanakan kegiatan operasi di Jolo, Filipina 2018," sambung Listyo.
Setelah berhasil mengidentifikasi salah satu pelaku, kepolisian selanjutnya akan melakukan tes DNA.
Menurut Listyo itu diperlukan untuk mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaan secara ilmiah.
"Inisial pelaku sudah kita dapatkan dan saat ini sedang kita tindaklanjuti untuk melaksanakan pemeriksaan terkait dengan DNA yang bersangkutan untuk bisa kita pertanggung jawabkan secara ilmiah," pungkas Listyo.
Balas Dendam dan Amaliyah
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Al Chaidar mengatakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS selalu menyasar gereja seperti di Surabaya, Jawa Timur, pada 2018 dan Jolo, Filipina, pada 2019.
Al Chaidar menduga, serangan tersebut merupakan balas dendam kelompok JAD atas penangkapan puluhan anggotanya dan tewasnya dua orang dari kelompoknya oleh Densus 88 Antiteror Polri pada awal Januari lalu di Makassar.
"Jadi daripada tertangkap atau tewas maka mereka segera melakukan serangan amaliyah," ujar Al Chaidar seperti dikutip dari BBC News Indonesia, hari Minggu (28/03).
"Mereka menyasar gereja karena mereka kelompok Wahabi Takfiri yang christophobia atau tidak menyukai orang-orang non-Muslim," sambungnya.
'Amaliyah jelang bulan Ramadan'
Senada dengan Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, juga menduga pelaku pengeboman di Gereja Katedral Makassar terkait dengan kelompok JAD yang kerap menyasar tempat ibadah.
Namun demikian, aksi itu tidak semata dilakukan atas dasar balas dendam tapi sebagai "amaliyah (aksi) menjelang bulan Ramadan".
"Mereka mengganggap bulan suci Ramadan adalah waktu yang tepat karena di bulan-bulan inilah amal dilipatgandakan," tutur Muhammad Syauqillah kepada BBC News Indonesia.
"Ini bulan yang sakral untuk kelompok itu."
Tindakan pengeboman jelang bulan Ramadan, katanya, juga pernah terjadi pada 2019 lalu di pos pengamanan Tugu Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Persebaran kelompok JAD meluas di 19 provinsi
Muhammad Syauqillah dan Al Chaidar sepakat bahwa jumlah anggota kelompok JAD di Sulawesi Selatan masih cukup banyak kendati puluhan orangnya telah ditangkap Densus 88 Antiteror.
Sehingga tidak menutup kemungkinan akan adanya serangan lanjutan.
"Melihat persebaran jumlah mereka, akan ada serangan lain di pelbagai tempat dan kemungkinan di tempat-tempat yang ada Gereja Katedralnya apakah di Medan, Palembang, dan sebagainya," imbuh Al Chaidar.
Dia juga mengatakan perekrutan kelompok JAD di Indonesia sangat cepat dan jumlahnya berkali lipat.
Ia mencontohkan, jika dahulu dalam satu bulan mereka bisa merekrut dua hingga tiga simpatisan baru, maka sekarang mencapai puluhan orang.
Karena itulah, Al Chaidar menilai penangkapan besar-besaran yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri hanya merepotkan aparat keamanan tapi tak cukup efektif membendung masifnya apa yang disebut sebagai ideologi trans-nasional Wahabi Takfiri.
Yang harus segera dilakukan pemerintah, katanya, adalah mengintensifkan gerakan kontra wacana ideologi trans-nasional Wahabi di Indonesia.
Caranya melibatkan ahli keagamaan dari pelbagai universitas.
Sebab berdasarkan pengamatannya, sel aktif kelompok JAD saat ini sudah menyebar di 19 provinsi dari sebelumnya hanya di 18 provinsi.
"Pemerintah dalam hal ini sepertinya tidak punya imajinasi untuk membendung ideologi itu. Padahal banyak ahli keagamaan seperti di UIN, UI, UGM yang memiliki kemampuan untuk counter-discourse."
"Kalau penangkapan-penangkapan terus enggak akan habis-habis."
(*/T R IBUNMEDAN.id/T R IBUN-MEDAN.COM)
Artikel ini telah tayang di t r ibun-me dan.com dengan judul Ditangkap Densus 88 di Kualanamu,Sosok Daniel di Balik Bom Makassar, Kapolri Ungkap Afiliasi ke ISIS