Cerita AKBP Haji Usman, 27 Tahun Kabur dari Rumah, Pulang Setelah Jadi Perwira
Polisi berpangkat dua bunga Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah itu juga tak tebang pilih untuk diajak bercengkrama, termasuk orang baru dikenalnya.
TRIBUNPALU.COM - Haji Usman sangat ramah dan murah senyum terhadap siapa saja.
Senyumannya itu menutupi kegarangan perwira polisi bertubuh kekar tersebut.
Polisi berpangkat dua bunga Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah itu juga tak tebang pilih untuk diajak bercengkrama, termasuk orang baru dikenalnya.
AKBP Usman adalah Direktur Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polda Sulteng
Eks Kasat Reskrim Polres Poso tersebut juga senang berbagi pengetahuan kepada orang lain.
"Saya dulu pernah mengajar mengaji di Masjid Raya Makassar. Dari situlah cerita saya menjadi polisi bermula," kata Pria Kelahiran Bone 1962 tersebut kepada TribunPalu.com, Kamis (1/4/2021) sore.

Baca juga: April Mop COVID-19 di Sulteng; 5 Hari Nol Meninggal, Hari Ini Palu Tambah 2, Sigi 1
Baca juga: Update Sebaran Kasus Covid-19 Indonesia 1 April 2021: Jakarta Catat Kasus Tertinggi, Sulbar Terendah
AKBP Usman bersua dengan TribunPalu.com di Kabupaten Banggai, kabupaten paling ujung di timur Pulau Sulawesi.
Haji Usman, sapaan akrabnya, meninggalkan rumah orangtuanyadi Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, tahun 1983, karena menolak dinikahkan.
Dia pun kabur ke Kota Makassar dan menginap di Masjid Raya.
Berselang beberapa waktu, pria sembilan bersaudara itu menjadi guru mengaji di masjid tersebut.
"Setamat sekolah di pesantren, orangtua mau menikahkan saya dengan keluarga yang tidak pernah saya lihat. Saya pun kabur dari rumah, setelah acara Mappacci," ujar Alumni Pondok Pesantren Darussalam Gontor tersebut kela
Mappaci adalah nama sebuah upacara adat yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Upacara Mappacci atau Mappaccing berasal dari kata Paccing yang berarti bersih, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari semua hal yang dapat menghambat pernikahan.
"Ada satu santri yang saya ajar mengaji, anak polisi. Karena anaknya cepat menamatkan Al-Quran, orangtua anak itu mengabarkan saya tentang pendaftaran polisi. Saya pun langsung mendaftar," jelas Alumni Magister Manejemen Universitas Indonesia tersebut.
Baca juga: Muncul Desakan agar Presiden Pecat Moeldoko, Ngabalin: Jangan Minta Presiden Pecat Moeldoko
Baca juga: Tim Penjinak Bom Sisir Gereja di Kota Palu Jelang Jumat Agung
Haji Usman ternyata lolos seleksi golongan pangkat Bintara dan langsung ditugaskan ke Sulawesi Utara.
"Saya tidak berani kabari saudara di Bone. Saya putuskan tidak pulang sampai menjadi orang," tutur Haji Usman sembari tersenyum.
Setelah melanglang buana di berbagai daerah hingga keluar negeri sebagai abdi negara, Haji Usman pun memberanikan diri menemui saudara dan keluarganya di Bone tahun 2010.

"Saya mengikuti Sespim 2010. Setelah menyandang pangkat AKBP, saya putuskan pulang ke kampung halaman untuk melepas kerinduan," ucap ayah empat anak tersebut.
Haji Usman tak mengenakan seragam polisi selama berada di kampung halamannya.
Kala itu, tak satu pun saudaranya mengetahui pekerjaan Haji Usman.
"Sebelum saya pulang, saya gantung foto saya pakai seragam di dinding kamar. Begitu kakak saya menanyakan pekerjaan saya lewat telepon, saya minta dia ke kamar lihat foto itu," jelas Alumni Pondok Pesantren Gontor tersebut.
Baca juga: Krisdayanti soal Siapa Pendamping Aurel di Nikahan dengan Atta: Tak Masalah Putrinya Pilih Ashanty?
• Baca di Malam Jumat, Ini Bacaan Doa Surat Yasin Ayat 1-83 Lengkap Bahasa Arab, Latin, dan Artinya
Kakak Haji Usman pun kaget setelah melihat foto itu. Cerita itu pun terus dikenang Mantan Kasat Reskrim Polres Parigi Moutong tersebut hingga kini.
Berdakwa di Waktu Luang
AKBP Usman tak sungkan berbagi pengetahuan kepada siapapun dan di manapun.
Termasuk saat berada di atas KM Marina Express 6.
Haji Usman mengajarkan makna dan maanfaat daei bacaan Al-Quran kelada Kapten KM Marian Express 6 Andi.
Keduanya tak merasa risih belajar dan mengajar Al-Quran di kursi bagian depan penumpang.
Perbincangan keduanya pun menarik perhatian penumpang lain. (*)