Teroris Poso Tewas

Jelang Kedatangan 2 Jenazah Teroris MIT Poso, RS Bhayangkara Palu Dijaga Polisi Bersenjata Lengkap

Polisi bersenjata lengkap berjaga di pintu masuk RS Bhanyakara Palu jelang kedatangan 2 jenazah Teroris MIT Poso, Rabu (14/7/2021) siang.

Editor: Haqir Muhakir
TRIBUNPALU.COM/SUTA
Polisi bersenjata lengkap berjaga di pintu masuk RS Bhanyakara Palu jelang kedatangan 2 jenazah Teroris MIT Poso, Rabu (14/7/2021) siang. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Ketut Suta

TRIBUNPALU.COM, PALU - Polisi bersenjata lengkap berjaga di pintu masuk RS Bhanyakara Palu jelang kedatangan 2 jenazah Teroris MIT Poso, Rabu (14/7/2021) siang.

Pantauan wartawan TribunPalu.com, Rabu (14/7/2021) pukul 14.16 WITA personel itu berada di pintu masuk ambulance.

Setidaknya ada lima personel, empat di antaranya dilengkapi dengan senjata api laras panjang.

Informasi yang dihimpun TribunPalu.com, kedua jenazah Teroris MIT Poso berhasil dievakuasi dari tengah hutan oleh Satgas Madago Raya.

Kemudian langsung dibawa ke RS Bhayangkara Palu di kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah, Tarwiyah, & Arafah, Simak Keutamaan Jalankan Puasa Arafah

Baca juga: Sosok Mahasiswa 19 Tahun Hamil 7 Bulan Ditemukan Tewas Hingga Membusuk di Kamar Kos

Dua anggota Teroris Poso Tewas setelah diberondong peluru oleh prajurit TNI, Minggu (11/7/2021).

Mereka disergap Tim Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopsgabssus) Tricakti TNI dipimpin Lettu Inf David Manurung yang berasal dari satuan Kopassus.

Keduanya anggota Teroris MIT Poso yang tewas itu bernama Rukli dan Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang.

Mereka disergap saat sedang beristirahat di camp persembunyian.

Camp itu berada di kawasan Pegunungan Batu Tiga Desa Tanalanto, Parigi Moutong.

Awalnya, Satgas yang terdiri dari lima orang menyusup ke lokasi persembunyian dan camp teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso.

Dengan kesabaran tinggi serta kecermatan dalam menilai medan yang cukup curam dan terjal, kelima personel TNI itu berhasil mengendus jejak yang ditinggalkan kelompok MIT sampai pada titik aman untuk melakukan penyergapan.

Baca juga: 2 Teroris Tewas Baku Tembak dengan Satgas Madago Raya, Cek Identitas 9 Kelompok MIT Poso

Panglima Koopsgabssus Tricakti Mayjen TNI Richard TH Tampubolon menyebutkan, tim tersebut bahkan merayap di tengah malam sejauh 500 meter dalam belantara hutan sebelum melakukan aksi mereka.

“Tim Tricakti berhasil mendekati camp kelompok teroris MIT secara senyap dan penuh kerahasiaan, bahkan seluruh anggota Tim harus merayap ke sasaran sejauh 500 meter sejak pukul 22.00 WITA tadi malam sampai dengan penyergapan pukul 03.00 WITA,” kata Richard dalam keterangan resmi Puspen TNI, Minggu (11/7/2021).

Sekitar jarak lima meter dari posisi pengintaian tim Tricakti, lanjut Richard, terlihat camp teroris MIT Poso agak samar karena kondisi cuaca gelap dan hujan.

Lima teroris MIT Poso saat itu dalam posisi sedang istirahat.

Setelah sasaran diyakini, Dantim Tricakti 2 Lettu Inf David Manurung langsung memberikan perintah untuk membuka tembakan guna melumpuhkan mereka.

“Dalam peristiwa penyergapan pagi ini, ada sekitar lima orang kelompok teroris MIT sedang beristirahat, dengan tewasnya dua orang tersebut (Rukli dan Ahmad Panjang) diduga ada juga yang melarikan diri,” kata dia.

Baca juga: 2 Jenazah Teroris Poso Evakuasi ke Palu Hari Ini, RS Bhayangkara Belum Dijaga Aparat Keamanan

Dari tiga orang yang melarikan diri di tengah kegelapan dan hutan lebat tersebut, Richard meyakini ada yang terluka.

Hal tersebut diyakini dari bekas ceceran darah yang pagi ini terlihat di sekitar TKP.

Untuk itu, Richard memohon doa bagi tim di lapangan serta seluruh prajurit TNI dan Polri yang saat ini masih terus berupaya keras melaksanakan pengejaran.

“Saat ini juga sedang menunggu evakuasi udara oleh Pilot Tempur Helly Caracal TNI AU, namun hingga saat ini evakuasi masih terhalang cuaca yang berkabut di lapangan serta medan dengan vegetasi lebat dan tertutup sehingga menyulitkan proses evakuasi,” kata Richard.

Dari hasil penggeledahan di camp itu, Satgas Madago Raya menemukan amunisi, bom lontong, kompas, HT dan bendera.

2 Teroris Poso Tewas Ditembak, Amunisi dan Bom Lontong Tertinggal di Lokasi Penyergapan

Dua Teroris MIT Poso tewas tertembak pasca penyergapan Satgas Madago Raya, Minggu (11/7/2021).

Personel TNI-Polri tergabung dalam Satgas Madago Raya menyergab camp DPO MIT Poso di Desa Tanalanto, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng.

Informasi yang dihimpun TribunPalu.com, ada 5 DPO MIT Poso yang bersembunyi di camp mereka di kawasan Pegunungan Batu Tiga Desa Tanalanto, Parigi Moutong.

Selain 2 ditemukan tewas tertembak. 3 Terorit MIT Poso berhasil melarikan diri.

Setelah digeladah, Satgas Madago Raya menemukan barang bukti berupa amunisi, bom lontong, kompas, HT dan bendera.

Baca juga: Sepekan PPKM di Palu, 400 Warung Sari Laut Turun Omzet

Baca juga: 2 Teroris Tewas Baku Tembak dengan Satgas Madago Raya, Cek Identitas 9 Kelompok MIT Poso

Kasubbid Penmas Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari mengatakan, dari insiden baku tembak itu dikabarkan ada korban jiwa alias tewas.

"Saat ini kami menunggu di RS Bhayangkara," ujar Kompol Sugeng Lestari.

Sejarah MIT Poso

Cikal bakal lahirnya MIT tak bisa dipisahkan dari keberadaan Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan Abu Bakar Ba’asyir pada 2008.

Pada 2009, sejumlah kelompok milisi beserta jaringan organisasi lainnya disebut berencana mendirikan negara Islam di Indonesia.

Misi tersebut mereka realisasikan dengan memulai pengadaan latihan militer bagi anggota mereka untuk berperang melawan pemerintah.

Saat itu Aceh dipilih sebagai lokasi pelatihan militer.

Namun pada 2010, proyek pelatihan militer itu kandas lantaran terbongkar oleh polisi dan menjadikan Abu Bakar Ba'asyir sebagai terpidana.

Ba’asyir didakwa mendanai pelatihan militer tersebut.

Baca juga: Kapolda Sulteng soal Penumpasan Teroris: Stop Berikan Bantuan pada DPO MIT Poso

Baca juga: Target 2 Bulan Akhiri Gerilya Teroris, Kapolda Sulteng Incar Simpatisan MIT Poso

Beberapa anggota milisi yang terlibat dalam pelatihan milter itu berhasil meloloskan diri dari kejaran polisi.

Mereka akhirnya membentuk sel-sel teroris masing-masing namun saling terhubung satu sama lain.

Setelah pelatihan militer di Aceh gagal, seorang pimpinan Jemaah Islamiyah (JI) Abu Tholut yang dikenal pernah dekat dengan Ba’asyir, datang ke Poso dan bertemu Yasin serta Santoso.

Abu Tholut kemudian menjelaskan rencana menjadikan Poso sebagai markas Negara Islam.

Abu Tholut juga mengusulkan berdirinya JAT Poso, sebagai cikal bakal wadah kelompok yang memperjuangkan Negara Islam di sana.

Santoso kemudian diangkat menjadi penanggung jawab pelatihan militer di JAT Poso. Ketika itu JAT Poso dipimpin oleh Yasin.

Santoso kemudian merealisasikan proyek tersebut dengan merekrut peserta untuk mengikui pelatihan militer.

Santoso, eks pimpinan MIT Poso yang tewas diterjang peluru Satgas Operasi Tinombala tahun 2016 silam
Santoso, eks pimpinan MIT Poso yang tewas diterjang peluru Satgas Operasi Tinombala tahun 2016 silam (handover/tribunnews)

Pada 2010, Santoso dan rekan-rekannya berhasil mengumpulkan senjata dan menemukan tempat pelatihan militer di Gunung Mauro, Tambarana, Poso, serta di daerah Gunung Biru, Tamanjeka, Poso, Sulawesi Tengah.

Gerakan MIT mendapatkan dukungan dari kelompok terduga teroris lain yang terhubung dalam jaringan mereka.

Di antaranya dari kelompok Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Abu Roban, sebuah sel yang berperan untuk mendapatkan dana melalui perampokan di berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta.

Pada 2012, Santoso lalu diangkat menjadi pemimpin MIT.

Serangkaian aksi teror Beberapa aksi teror MIT yang terkenal yakni saat mereka membunuh dua orang polisi yakni Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman pada 16 Oktober 2012.

Keduanya ditemukan tewas di Dusun Tamanjeka, Desa Masani.

Kemudian pada 20 Desember 2012 MKIT juga menyerang tiga anggota Brimob.

Mereka tewas setelah ditembak dari belakang saat patroli di desa Kalora, Poso Pesisir Utara.

Mereka bertiga ialah Briptu Ruslan, Briptu Winarto, dan Briptu Wayan Putu Ariawan.

Pada awal tahun 2015, kelompok MIT juga membunuh tiga warga di Desa Tangkura.

Mereka semua tewas dalam kondisi yang mengenaskan. Kematian Santoso Adapun pada 2016 polisi bersama TNI menjalankan operasi gabungan yang bernama Operasi Tinombala.

Sisa DPO MIT Poso yang diburu Satgas Madago Raya.
Sisa DPO MIT Poso yang diburu Satgas Madago Raya. (TribunPalu.com/Handover)

Operasi gabungan tersebut bertujuan untuk menangkap MIT yang dipimpin oleh Santoso.

Operasi Tinombala membuahkan hasil pada 18 Juli 2016.

Saat itu TNI dan Polri terlibat baku tembak dengan dua orang.

Baku tembak yang terjadi bermula saat sembilan orang prajurit Satgas Tinombala melaksanakan patroli di pegunungan Desa Tambarana.

Mereka menemukan sebuah gubuk dan melihat beberapa orang tidak dikenal sedang mengambil sayur dan ubi untuk menutup jejak.

Mereka juga menemukan jejak di sungai dan terlihat tiga orang di sebelah sungai namun langsung menghilang.

Tim satgas ini kemudian berupaya mendekati orang-orang tak dikenal itu dengan senyap.

Setelah berada dalam jarak sekitar 30 meter, mereka kemudian terlibat kontak senjata sekitar 30 menit.

Setelah dilakukan penyisiran seusai baku tembak, ditemukan dua jenazah dan sepucuk senjata api laras panjang.

Sedangkan tiga orang lainnya berhasil kabur. Setelah diidentifikasi, ternyata kedua orang yang tewas adalah Santoso dan anggota MIT, Mukhtar.

Kemudian, Ali Kalora menggantikan posisi Santoso memimpin kelompok MIT bersama dengan Basri.

Lalu, setelah Basri tertangkap, Ali Kalora ditetapkan sebagai target sasaran karena ia yang kini mengomandoi sejumlah aksi teror MIT.

Pecah Kongsi

Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, disebut sudah terpecah kepemimpinannya.

MIT terpecah jadi dua kelompok, pimpinan Ali Kalora disembut sudah ingin menyerah. 

Selain ada kelompok yang dipimpin Ali Kalora, kini ada pula kelompok yang dipimpin seseorang bernama Qatar alias Anas alias Farel.

Komandan Komando Daerah Resor Militer 132 Tadaluko Brigjen TNI Farid Makruf mengatakan, kelompok Ali Kalora kini hanya terdiri dari empat orang.

Mereka adalah Ali Kalora, Suhardin alias Hasan Pranata, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang dan Rukli.

Sedangkan kelompok MIT pimpinan Qatar terdiri dari Abu Alim alias Ambo, Nae alias Galuh, Askas alias Jadi alias Pak Guru, dan Jaka aka Ramadan alias Ikrima alias Rama.

Menurut Farid, kelompok yang dipimpin Ali Kalora sudah terindikasi akan menyerah.

Niat itu disebut muncul setelah Ali Kalora, Ahmad Gazali, dan Rukli terluka usai kontak senjata dengan anggota Satuan Tugas Madago Raya pada 22 Maret 2021.

"Mereka itu sebenarnya sudah mau turun kampung dan mau menyerah. Jadi yang mau menyerah itu Ali Kalora, Rukli, Suhardin alias Hasan Pranata dan Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang," kata Farid yang juga Wakil Penanggung Jawab Komando Operasi Madago Raya di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (21/5/2021).

Namun, kata Farid, rencana Ali Kalora untuk menyerahkan diri ke Satgas Madago Raya dihalangi Qatar.

"Dua bulan lalu, ketika Ali Kalora menyatakan akan menyerah, Qatar yang justru menghalangi keinginannya," sebut Farid.

Qatar bergabung dengan kelompok teroris ini saat Santoso alias Abu Wardah memimpin kelompok teroris ini.

Santoso kemudian tewas ditembak personel satgas yang kala itu sandinya bernama Operasi Tinombala pada 18 Juli 2016.

Qatar terpantau aktif dalam tadrib asykari atau pelatihan milisi yang digelar Santoso.

Laki-laki yang juga masuk di daftar pencarian orang oleh Satgas Madago Raya, diduga terlibat dalam dua peristiwa pembunuhan warga sipil di Poso baru-baru ini.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved