Oknum Kapolsek Parimo
Diduga Langgar Kode Etik Polri, PB HMI Desak Polda Sulteng Pecat Oknum Kapolsek Parimo
Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) turut mengomentari tindakan tidak terpuji oknum tersebut.
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat
TRIBUNPALU.COM, PALU - Kasus tindak asusila Oknum Kapolsek Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, menuai kecaman dari berbagai pihak.
Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) turut mengomentari tindakan tidak terpuji oknum tersebut.
Perilaku kapolsek mengirim chat mesra hingga meniduri anak tersangka, dianggap melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik indonesia (Perkapolri) Nomor 7 Tahun 2006.
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PB HMI Jefri Febriansyah.
Dalam kasus ini, Jefri menyebut Oknum Kapolsek Parimo melanggar kode etik yang tertuang dalam Perkapolri.
"Anak tersangka menjadi korban ulah tak senonoh karena dijanjikan oknum kapolsek bahwa ayahnya yang ditahan akan dilepaskan. Sehingga oknum mesti diproses lewat sidang kode etik profesi sesuai Bab 3 Perkapolri Penegakan Kode Etik Profesi Pasal 11 ayat 2," tuturnya saat dihubungi, Selasa (19/10/2021).
Baca juga: Temui Korban Asusila di Parimo, Kapolda Sulteng Jamin Kesereriusannya Tangani Kasus Oknum Kapolsek
Baca juga: Kasus Asusila Oknum Kapolsek di Parimo, Ibu Korban Terguncang hingga Pingsan saat Diperiksa Polisi
Dalam Pasal 11 ayat 2 Perkapolri tersebut, anggota Polri yang melanggar kode etik dapat dikenakan sejumlah sanksi.
Pertama, perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela.
Kedua, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara langsung.
Ketiga, kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi.
Terakhir, pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi dan fungsi
kepolisian.
Dari uraian tadi, bagi Jefri, oknum Kapolsek di Parigi Moutong mesti diberhentikan secara tidak hormat alias dipecat dari anggota kepolisian.
"Ditinjau dari dasar perilakunya, oknum tersebut harus diberhentikan melalui sidang etik mengingat bunyi pasal Perkapolri dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri berkata demikian," ucapnya.(*)