3 Siswa di SDN Tarakan Tidak Naik Kelas Tiga Tahun Berturut-turut, Diduga karena Agama yang Dianut

Tiga siswa di Tarakan tidak naik kelas tiga tahun berturut-turut karena permasalahan nilai agama.

TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
Komisioner KPAI Retno Listyarti saat berada di SMAN 12 Kota Bekasi. 

“Ketiga anak sudah menyatakan dalam zoom meeting dengan KPAI dan Itjen Kemendikbud Ristek, bahwa  mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya,” ungkap Retno yang juga menjadi penanggungjawab Tim Pemantauan Kasus Intoleransi di Tarakan atas penugasan Itjen Kemendikbud Ristek. 

Tinggal Kelas Kali Pertama (2018-2019) : Dianggap Absen tanpa keterangan

Retno menjelaskan ketiga anak tidak naik kelas karena dianggap tidak hadir tanpa alasan selama lebih dari 3 bulan.

Padahal, ketiga anak tersebut tidak hadir karena dikeluarkan dari sekolah dan baru dapat kembali setelah penetapan PTUN Samarinda.

Pada 15 Desember 2018, keputusan sekolah secara resmi mengeluarkan ketiga anak dari sekolah.

"Sejak ini, ketiga anak tidak diperbolehkan ikut kegiatan belajar mengajar. Kemudian pada 16 April 2019, melalui penetapan PTUN Samarinda (putusan sela) ketiga anak dikembalikan ke sekolah, hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pada Kenaikan kelas tahun ajaran 2018-2019, anak-anak tinggal kelas," katanya.

Lalu, pada 8 Agustus 2019, kata Retno, putusan PTUN Samarinda membatalkan keputusan sekolah, karena terbukti melanggar hak-hak anak atas pendidikan dan kebebasan melaksanakan keyakinannya.

Mengeluarkan anak-anak dari sekolah, menghukum mereka, menganggap pelaksanaan keyakinannya sebagai pelanggaran hukum adalah tidak sejalan dengan perlindungan konstitusi atas keyakinan agama dan ibadah. Juga merupakan bentuk intoleransi di lingkungan pendidikan.

PTUN memutuskan mengembalikan anak ke sekolah.

“Meski hak-hak ketiga anak atas keyakinan beragama dan pendidikan dihormati dan  diteguhkan di PTUN, sehingga mereka kembali ke sekolah, namun mereka diperlakukan secara tidak adil karena tidak naik kelas untuk alasan yang tidak sah”, ungkap Retno. 

Tinggal Kelas Kali Kedua (2019-2020) : Tidak diberikan pelajaran Agama dan tidak punya nilai Agama

Sejak ketiga anak kembali ke sekolah melalui putusan PTUN Samarinda, ketiga anak dibiarkan tanpa akses pada kelas pendidikan Agama Kristen yang disediakan sekolah.

AT (orangtua ketiga anak korban) telah berulangkali meminta agar anak-anak diberikan pelajaran Agama Kristen, agar bisa naik kelas, namun itu dipersulit dengan berbagai  syarat yang tidak berdasar hukum.

Keadaan dimana terus dibiarkan oleh sekolah hingga akhir tahun ajaran, ketiga anak tidak naik kelas karena tidak punya nilai pelajaran Agama Kristen.

“Selama tahun ajaran 2019-2020, Bapak AT terus berupaya meminta agar ketiga anaknya diberikan akses pendidikan Agama dari pihak sekolah. AT  tidak pernah menolak kelas Agama Kristen tersebut, bahkan memintanya,” ujar Retno.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved