Sulteng Hari Ini

Diduga Akan Matikan Tradisi, Masyarakat Danau Poso Sanksi Adat Ritual Giwu Perusahaan Swasta

Ratusan masyarakat adat dari 21 desa di Sulteng, jatuhkan ritual giwu atau sanksi adat pada perusahaan swasta yang beroperasi di pinggiran Danau Poso

nationalgeographic.grid.id
Ritual giwu atau pemberian sanksi adat ini dilakukan setelah masyarakat sudah berusaha melayangkan protes langsung kepada perusahaan maupun pemerintah, tapi tak juga mendapat hasil yang layak. 

Efren Ponangge, Kepala Desa Dulumai, Kecamatan Pamona Puselemba, menganggap jumlah ganti rugi itu sebagai bentuk penghinaan kepada para petani.

Di Desa Dulumai ada 81 hektare sawah.

Kini sebanyak 40 hektare itu terendam air danau dan sudah tidak bisa diolah lagi.

Adapun di Desa Tokilo, ada 103 ekor kerbau warga yang mati hanya dalam waktu 3 bulan.

Matinya ratsuan kerbau yang digembalakan di Polapa Baula, padang seluas kurang lebih 300 hektare di pinggir Danau Poso itu terjadi karena kekurangan makanan setelah setengah kawasan itu ikut terendam air.

Akibatnya banyak kerbau dan sapi di sana kekurangan makanan.

Hertian Tangkua, Kepala Desa Tokilo, mengatakan bahwa ratusan kerbau dan sapi warganya mati karena kekurangan makanan.

Selain itu, ia juga meyakini satwa-satwa warga mati karena keracunan setelah memakan rumput yang busuk karena terendam air.

Kawanan kerbau dan sapi yang terdesak dari lahan penggembalaan kemudian merusak kebun dan sawah yang ada di sekitar.

Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antara para pemilik kerbau dan sapi dengan para pemilik kebun atau sawah yang dirusak hewan-hewan ternak tersebut.

Upaya warga untuk mencari penyelesaian yang adil telah dilakukan dengan berbagai cara. Sejak 2020 mereka sudah menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah mulai dari tingkat desa hingga kabupaten serta DPRD Poso.

Mereka juga telah menyampaikan protes ini secara langsung kepada pihak perusahaan.

Atas semua persoalan itulah, Masyarakat Adat Danau Poso kemudian menjatuhkan sanksi adat lewat Ritual Giwu ini.

Isi sanksi adat adalah menuntut agar semua aktivitas pengerukan dan reklamasi di danau ini harus dihentikan.

Mereka berharap tidak ada lagi kerbau yang mati dan tidak ada lagi sawah, kebun, maupun padang gembala yang terendam air dan rusak.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved