Pilpres 2024
Kubu Moeldoko Soal SBY Ingin Presidential Threshold 0%: Tidak Masuk Akal dan Tidak Konsisten
Muhammad Rahmad menanggapi soal permintaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar presidential threshold nol persen di Pemilu 2024.
"Presidential threshold-lah yang selama ini menjadi hambatan bagi hadir dan tampilnya putra dan putri terbaik bangsa dipanggung kepemimpinan nasional. Tak hanya membatasi pilihan rakyat, ini juga bertentangan dengan fungsi partai politik dalam hal rekruitmen kepemimpinan nasional," ujarnya.
Menurut Kamhar, wacana presidential threshold tidak relevan sebagai justifikasi jika yang dikehendaki adalah penyederhanaan partai politik sebagai ikhtiar peningkatan derajat dan kualitas demokrasi.
Ini beda konteks.
"Jadi kami menghargai dan sependapat dengan pemikiran-pemikiran bahwa presidential threshold ini mesti ditinjau kembali," katanya.
Dikatakan bahwa bagi setiap partai politik yang telah memenuhi ketentuan dan berhak menjadi peserta Pemilu, bisa mengusung pasangan Capres dan Cawapres, baik secara sendiri-sendiri atau dalam bentuk koalisi.
"Itu menjadi hak dan berpulang pada kepentingan strategis masing-masing partai politik," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Gatot Nurmantyo meminta penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) lewat permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia menyebut aturan yang tertuang dalam pasal 222 UU Pemilu itu bertentangan dengan pasal 6 ayat (2), 6A ayat (2), dan 6A ayat (5) UUD 1945.
"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Gatot dalam petitum gugatan bernomor 63/PUU/PAN.MK/AP3/12/2021.
(*/ TribunPalu.com) (Tribunnews.com)