Berita Duka
Jurnalis Senior Max Wolor Wafat, Pendiri AJI Palu dan Pernah Jadi Anggota DPRD Lembata
Mantan Direktur PT Aksara Grafika Makassar itu menilai Max sebagai sosok jurnalis sejati, legenda jurnalis di Sulteng.
Setelah pulang kampung halamannya, Kabupaten Lembata, Kupang, Max pernah menjadi anggota DPRD.
“Selamat jalan. Kami sedih karena tidak berada di samping peti jenazahmu. Semoga di alam keabadian, Om Max diberikan tempat yang terbaik sisi-Nya,” ucap Noor.
Sejarah Pendirian AJI Palu

Dikutip dari Website AJI Palu, pada 9 Februari 1998, sekelompok jurnalis muda berkumpul di sebuah rumah Jl Otto Iskandar Dinata Nomor 76, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Jurnalis dari berbagai media itu gelisah karena maraknya kekerasan terhadap media massa karena ketatnya penyensoran pemerintah Orde Baru.
Jurnalis itu antara lain Maxi Wolor, Muhammad Nur Korompot, Azhar Hasyim, Muhammad Rafiq Yahya, Budi AC, Marwan P Angku, Syahril Hantono, Basri Marzuki, Darlis Muhammad, Desi, Azhar Hasyim, Ria Sabri dan Jeis Montesori.
Di rumah Maxi Wolor itu mereka menggelar rapat dan berniat mendeklarasikan berdirinya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu.
Sebelumnya telah dideklarasikan berdirinya AJI Indonesia di Sirnagalih, Bogor, 7 Agustus 1994.
Sejarah AJI Kota Palu sendiri dimulai dari diedarkannya majalah “Independen” oleh aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Palu pada 1996-1997.
Baca juga: Kepala Bappenas Tak Tahu Ada Konsesi Tambang di Ibu Kota Negara, Sudjiwo Tedjo Ragu: Tak Mungkin
Majalah itu diterbitkan SMID Indonesia yang ditulis wartawan yang majalahnya dibredel.
AJI Kota Palu berdiri di tengah berkecamuknya konflik komunal di Kabupaten Poso.
Saat itu, AJI sering dimintai pendapat oleh jurnalis terkait penulisan berita konflik agar tidak memperkeruh suasana dan mengedepankan penyelesaiannya secara damai.
Berikut urutan Ketua AJI Kota Palu, yakni Muhammad Nur Korompot sebagai Ketua pertama.
Kemudian diganti oleh Maxi Wolor (1998-2001), Jafar G Bua (2001-2004), Ruslan Sangadji (2004-2007), Amran Amier (2007-2010) M Ridwan Lapasere (2010-2013), dan Riski Maruto (2013-2015).
Buku Nyawa Terancam di Jalan Lurus
