Usia 30 Tahun Jadi Panglima TNI, TB Simatupang Tersingkir Usai Berani Bantah Soekarno, Nasib?

ingat Jenderal TB Simatupang? Sosok Panglima TNI di usia 30 tahun, namun tersingkirkan usai berani menentang Soekarno.

handover
Usia 30 Tahun Jadi Panglima TNI, TB Simatupang Tersingkir Usai Berani Bantah Soekarno, Nasib? 

Sosok yang akrab disapa Sim ini merantau ke Jakarta pada usia 17 tahun. Tujuan dia ke Ibu Kota karena ingin melanjutkan pendidikan di institusi binaan Belanda.

Ia masuk AMS di Salemba, Jakarta dan selesai pada 1940. Saat bersekolah di Batavia, TB Simatupang terbilang siswa yang pintar, termasuk fasih berbahasa Belanda.

Di masa pergolakan tahun 1941, TB Simatupang yang masih berumur 22 tahun, masuk Akademi Militer Belanda yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat.

Saat itulah jiwa tempurnya diasah. Apalagi, ia memiliki rekan-rekan yang menjadi perwira di Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL).

Ia lulus KMA pada 1942. Bukan sekadar lulus, ia tercatat sebagai lulusan terbaik dan mendapatkan mahkota perak atas prestasinya di bidang teori. Rekan seangkatannya di KMA antara lain AH Nasution dan lex Kawilarang.

Pada masa itu, TB Simatupang sudah membaca dan mendalami buku "Tentang Perang" karya Carl von Clausewitz. Dalam pertemuan alumni, biasanya dia yang paling banyak bicara dan memberikan analisis-analisis. Bahkan menurut Kawilarang, seandainya TB Simatupang orang Belanda, dia pasti akan mendapatkan mahkota emas.

Namun, setelah lulus dari KMA, Jepang berhasil merebut kekuasaan di Hindia Belanda. Alhasil, KNIL pun dibubarkan. TB Simatupang dan beberapa temannya direkrut Jepang dan ditempatkan di Resimen Pertama di Jakarta dengan pangkat Calon Perwira.

Beberapa tahun berselang, Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan. Hal ini membuat TB Simatupang menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia ikut dalam perang kemerdekaan, ketika Belanda ingin kembali menguasai Indonesia.

TB Simatupang tidak memfokuskan kemampuan fisik selama berperang. Melainkan tentang strategi dan taktik di medan perang.

Atas kelihaiannya, putra dari Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang dan Mina Boru Sibutar ini pun dipercaya sebagai Kepala Organisasi Markas Besar TKR. Tugas itu diberikan langsung oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.

Ia dikenal sangat pintar bertempur, sehingga wajar saat kariernya di militer melesat begitu cepat. Dalam tempo singkat, ia diberi kepercayaan mengemban jabatan Wakil Kepala Staf Angkatan Perang. Sedangkan Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) tidak lain adalah Jenderal Besar Sudirman.

Intelektualitas dan pengalaman gerilya bersama Jenderal Sudirman menjadi bekal yang cukup baginya untuk berpartisipasi dalam upaya diplomasi saat Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada 1949.

Karier TB Simatupang terus bersinar. Setelah Jenderal Sudirman meninggal dunia tahun 1950, TB Simatupang diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan pangkat Mayor Jenderal. Saat itu umurnya baru 30 tahun.

Namun, ketika itu terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat. Kolonel Bambang Supeno yang merupakan komandan institusi pelatihan perwira militer Candradimuka, mendekati Presiden Soekarno untuk membujuknya agar mendepak Kolonel AH Nasution dari posisinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Alasannya, banyak perwira kurang berkenan dengan AH Nasution yang tengah berupaya meningkatkan kualitas tentara.

Soekarno setuju dengan memberikan syarat para Pangdam sependapat dan memberikan tanda tangan. Syarat itu bisa dipenuhi oleh Supeno.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved