KKB Papua
Tewas 12 Tahun Lalu, Bos KKB Papua Rupanya Masih Punya Tentara Setia, Terbaru Nekat Rusak Bendera RI
Meski sudah tewas 12 tahun lalu, tokoh kelompok separatis asal Papua ini ternyata masih punya tentara loyal.
TRIBUNPALU.COM - Meski sudah tewas 12 tahun lalu, tokoh kelompok separatis asal Papua ini ternyata masih punya tentara loyal.
Bahkan, namanya masih sering disebut-sebut dalam aksi teror yang belakangan terjadi di Papua.
Beberapa anggota kelompok separatis Papua menyebutnya sebagai pemimpin.
Dia adalah salah satu bos KKB Papua, Kelly Kwalik.
Melansir dari Wikipedia, biodata Kelly Kwalik lahir di Mimika, Papua pada tahun 1955 dan meninggal 16 Desember 2009.
Kelly Kwalik merupakan seorang pimpinan KKB Papua senior dan komandan dari sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebuah organisasi separatis yang berbasis di Provinsi Papua di Indonesia.
Kelly Kwalik sebagai pimpinan KKB Papua telah masuk dalam daftar orang paling dicari di kepolisian Indonesia selama bertahun-tahun.
Kepolisian Indonesia menuduh Kelly Kwalik bertanggung jawab atas serangkaian insiden penembakan dan serangan yang menargetkan pekerja maupun properti dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan.
Namun, Kelly Kwalik berulang kali membantah bertanggung jawab atas serangan-serangan tersebut.
Nama Kelly Kwalik pertama kali mencuat di dunia internasional setelah pada tanggal 8 Januari 1996, KKB Papua yang dipimpinnya menyandera 26 anggota Ekspedisi Lorentz 95 yang beranggotakan warga Indonesia maupun internasional.
Insiden tersebut mengakibatkan tewasnya 2 dari sandera tersebut dalam Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma oleh Kopassus yang dipimpin Komandan Prabowo Subianto, dan juga berujung terjadinya Insiden Penembakan Timika 1996 yang menewaskan 16 orang.
Pada tanggal 16 Desember 2009, Kelly Kwalik tertembak di salah satu tempat persembunyiannya di Gorong-Gorong, lingkungan Timika.
Kelly Kwalik kemudian meninggal di rumah sakit di Timika.
Pemakaman Kelly Kwalik diadakan di gedung Dewan Perwakilan Daerah pemerintah daerah Papua di Timika.
Keluarga dan pendukung Kelly Kwalik telah meminta agar mereka diizinkan untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora di pemakaman tersebut.
Namun, permintaan itu ditolak oleh Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Papua, karena bendera yang melambangkan Organisasi Papua Merdeka tersebut dilarang di Papua maupun di Republik Indonesia.
KKB Papua Kelly Kwalik hadapi Kopassus dan Kostrad
Kronologinya berawal saat KKB Papua Kelly Kwalik menculik 26 peneliti Tim Lorentz ’96.
Penelitian dilakukan antara bulan November 1995 dan Januari 1996.
Anggota tim dari Indonesia terdiri dari Navy Panekanan (28), Matheis Y.Lasamalu (30), Jualita Tanasale (30), Adinda Arimbis Saraswati (25).
Sementara anggota tim dari Inggris terdiri dari Daniel Start (22), William “Bill” Oates (23), Annette van der Kolk (22), dan Anna Mclvor (21).
Mereka juga dibantu oleh antropolog Markus Warip (36) dari Universitas Cendrawasih dan Abraham Wanggai (36) dari Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) Kantor Wilayah Kehutanan Irian Jaya.
Bersama mereka ada juga Jacobus Wandika, putra daerah suku Nduga, yang merupakan antropolog lulusan Universitas Cendrawasih dan murid Markus Warip.
Tidak ada gangguan berarti yang dialami tim selama menjalankan misinya.
Meski begitu, sebelum keberangkatan, tim tahu jika di sana terdapat KKB Papua yang mengaku kecewa dengan Pemerintah Pusat Republik Indonesia.
Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.
Hari itu sang pemilik rumah sedang pergi, berkeliling ke daerah Mbua dan ALama untuk menyusun kegiatan misionaris bersama istrinya.
Tiba-tiba, datanglah sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang, lengkap dengan tombak.
Tak hanya itu, salah satu dari mereka, diduga sebagai komandan, membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara
Mereka lalu mendobrak mendobrak pintu yang dikunci, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.
Berita penyanderaan Tim Lorentz mulai beredar di media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.
Di Jakarta Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan.
Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) diputuskan memimpin misi penyelamatan.
Beberapa satuan TNI lainnya seperti pasukan Kostrad juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.
Sekitar lima bulan berlalu, misi pembebasan Tim Lorentz yang disandera oleh KKB Papua pimpinan Kelly Kwalik belum juga membuahkan hasil.
Para OPM terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.
Pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang, kemudian ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.
Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.
Kompi dibagi dalam beberapa tim.
Secara berangsur masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.
Setelah berbagai upaya dilakukan, Tim Kopassus dan Kostrad berhasil menuntaskan misinya pada tanggal 9 Mei 1996.
Tim gabungan Kopassus dan Kostrad itu akhirnya berhasil menyelamatkan para sandera kecuali 2 orang, yaitu Navy dan Matheis yang gugur di tangan keganasan para KKB Papua.
Anak Buah Bakar Bendera Merah Putih
viral di media sosial video memperlihatkan kelompok tersebut dan mengiris bendera merah putih dengan golok.
Video itu tersebar luas di media sosial. Beberapa akun TikTok, Twitter, dan Facebook turun membagikannya.
Dalam video itu, terlihat sejumlah orang berdiri dengan senjata lengkap.
Di hadapan mereka tampak seseorang memegang bendera merah putih.
Bendera merah putih itu mereka cabik-cabik dan iris dengan golok.

Salah seorang dari mereka mengungkapkan sosok pemimpin yang bukanlah orang.
"Kami adalah bagian dari pasukan Jenderal Kelly Kwalik," sebut pria yang menenteng senjata berat itu.
Pria tersebut mengaku, dia dan kawanannya bergerak di kawasan Tembagapura dan sekitarnya.
"Kami adalah pasukan tempur yang siap berperang," sebutnya.
Dalam tayangan itu, ia mengatakan, tuduhan terhadap KKB Papua sebagai kelompok teroris adalah tuduhan tidak berdasar.
"Sesungguhnya, yang perampok, teroris dan pembunuh itu adalah NKRI dan merah putih. NKRI harus cabut dari tanah Papua," sebutnya.
Ia menambahkan, tuntutan kedaulatan itu harus diakui oleh Indonesia.
"Kami akan terus bergerak, sampai kedaulatan tanah Papua kami rebut," katanya.
Sementara itu, pria yang berdiri jongkok di hadapan lelaki tersebut, terus mencabik-cabik bendera merah putih.
Tak hanya itu, merah putih juga diiris-iris menjadi bagian yang lebih kecil.
Usai bendara merah putih disobek dan diiris, gerombolan pria bersenjata itu, tampak berjalan ke arah api unggun sambil meneriakan Papua merdeka. (*)