Sidang Ferdy Sambo Cs

Ngaku Dilecehkan, Putri Candrawathi Ternyata Sudah Maafkan Brigadir J: Tapi Ada Syaratnya

Kasus pembunuhan Brigadir J disebut berawal dari pelecehan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

handover
Kasus pembunuhan Brigadir J disebut berawal dari pelecehan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. 

Saat itu, Brigadir J disebut sambil berkata, "Tolong Bu, tolong Bu."

Brigadir J kemudian menutup pintu kasa dan memaksa Putri Candrawathi berdiri untuk menghalangi orang yang akan naik ke lantai dua.

Baca juga: Link Streaming Sidang Perdana Bharada E di Kasus Tewasnya Brigadir J di Rumah Dinas Ferdy Sambo

Namun, Putri Candrawathi menolak dengan cara menahan badannya.

Lalu, Brigadir J membanting tubuh Putri ke kasur dan kembali memaksa Putri untuk berdiri sambil mengancam.

"Awas kalau kamu bilang sama Ferdy Sambo. Saya tembak kamu, Ferdy sambo dan anak-anak kamu," ujar kuasa hukum membacakan ancaman yang dilontarkan Brigadir J.

Kuasa hukum melanjutkan, karena Putri Candrawathi dalam keadaan tidak berdaya dan tidak mampu berdiri, Brigadir J kembali membanting tubuh Putri ke kasur.

Putri kemudian memaksa Brigadir J keluar dengan sengaja menyenggol keranjang tumpukan pakaian yang terbuat dari plastik dan menendang-nendang kakinya ke kasa dengan harapan ada seseorang yang mendengarnya.

Ferdy Sambo Tak Konfirmasi ke Brigadir J

Selama ini mengemuka bahwa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J disebutkan melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi saat mereka berada di Magelang.

Hal itu pula yang dinilai sebagai pemicu Ferdy Sambo tersulut emosi dan merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.

Namun, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam dakawaanya mengatakan kejadian di Magelang belum dapat dipastikan kebenarannya oleh Sambo.

Sebab, Sambo sendiri tidak mengonfirmasi langsung kepada Yosua sebelum nyawanya dihabisi.

“Terdakwa Ferdy Sambo justru menunjukan perilaku yang tidak terpuji dengan menyebarkan cerita skenario yang telah dirancang sedemikian rupa hanya untuk membela dirinya dan justru melimpahkan segala kesalahan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang dituduh melalukan sesuatu di Magelang padahal belum diketahui secara pasti kebenarannya,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).

Sebelum pembunuhan itu terjadi, Putri sempat melapor kepada Sambo sambil menangis dan mengaku sudah dilecehkan oleh Yosua saat berada di rumah Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.

Kemudian keesokan harinya, Putri bersama Kuat Ma'ruf, Bharada Richard Eliezer dan seorang asisten bernama Susi berada dalam satu mobil pulang menuju Jakarta.

Sedangkan Bripka Ricky Rizal mengemudikan kendaraan lain bersama Yosua.

Saat tiba di rumah pribadi di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Putri langsung menemui Sambo di ruang keluarga di depan kamar utama yang terletak di lantai 3.

Saat itu Putri mengaku kepada Sambo sudah dilecehkan. Akan tetapi, cerita itu baru sepihak dan belum dikonfirmasi oleh Sambo kepada Brigadir J.

"Mendengar cerita itu membuat Ferdy Sambo menjadi marah, namun dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota kepolisian sehingga Ferdy Sambo berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun rencana untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," terang jaksa.

Sambo kemudian memanggil salah satu ajudannya, Bripka Ricky Rizal, dan memintanya untuk menembak Yosua.

Namun, Ricky menolak dengan alasan tidak siap mental.

Setelah itu, Sambo meminta Ricky memanggil ajudannya yang lain, Bharada Richard Eliezer, dan mengajukan pertanyaan yang sama dengan alasan Yosua sudah melecehkan Putri.

Eliezer, kata jaksa, menyanggupi untuk menembak Yosua.

"Di saat yang bersamaan, Putri Candrawathi yang mendengar pernyataan itu kemudian keluar dari kamarnya menuju sofa dan duduk di samping Ferdy Sambo sehingga ikut terlibat pembicaraan antara Ferdy Sambo dan Eliezer," ucap jaksa.

Menurut jaksa, Sambo merancang skenario supaya Yosua dianggap melecehkan Putri di rumah dinas Duren tiga.

Kemudian, Eliezer datang dan kemudian terjadi baku tembak.

"Pada Saat Ferdy Sambo menjelaskan tentang skenario tersebut, Putri Candrawathi masih ikut mendengarkan pembicaraan dengan Eliezer. Dan tidak hanya itu saja, Putri Candrawathi juga mendengar Ferdy Sambo mengatakan kepada Eliezer supaya 'jika ada orang yang bertanya, dijawab dengan alasan akan melakukan isolasi mandiri (isoman)'," kata jaksa.

Selain itu, menurut jaksa, Putri juga terlibat pembicaraan dengan Sambo mengenai keberadaan kamera CCTV di rumah dinas Duren Tiga dan supaya sang suami menggunakan sarung tangan sebelum menembak Yosua.

Putri bersama Eliezer, Ricky, serta asisten rumah tangga Kuat Ma'ruf kemudian berangkat ke rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga. Putri kemudian masuk ke dalam kamar.

Sedangkan Yosua menunggu di taman. Ricky kemudian mengawasi gerak-gerik Yosua sebelum kemudian diminta masuk oleh Sambo melalui Kuat.

"Rencana Ferdy Sambo yang akan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat juga diketahui Putri Candrawathi. Namun, bukannya membuat Ferdy Sambo dan Putri yang merupakan suami istri saling mengingatkan untuk mengurungkan terlaksananya niat jahat, akan tetapi keduanya justru saling bekerja sama untuk mengikuti dan mendukung kehendak Ferdy Sambo," tutur jaksa.

Sambo juga menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman CCTV itu. Arif menjawab bahwa tidak hanya dirinya yang melihat isi CCTV tersebut, tetapi juga Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.

Sambo pun mewanti-wanti Arif agar jangan sampai rekaman CCTV itu tersebar. Dia juga memerintahkan eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri itu menghapus rekaman CCTV.

Dalam komunikasi tersebut, Arif hanya menunduk dan tidak berani menatap Sambo. Gelagat itu sempat dipertanyakan oleh Sambo.

"Lalu terdakwa Ferdy Sambo berkata 'kenapa kamu tidak berani natap mata saya, kamu kan sudah tahu apa yang terjadi dengan mbakmu'," kata jaksa.

Saat itulah, Sambo menitikkan air mata. Tangisan Sambo tersebut akhirnya membuat Brigjen Hendra luluh dan membujuk AKBP Arif untuk percaya.

"Kemudian terdakwa Ferdy Sambo mengeluarkan air mata. Kemudian saksi Hendra Kurniawan berkata, 'sudah Rif, kita percaya saja," kata jaksa.

Arif dan Hendra lantas menuruti skenario Sambo. Saat hendak keluar dari ruangan, Sambo berpesan agar perihal CCTV ini "dibersihkan" seluruhnya.

Adapun dalam perkara ini, Ferdy Sambo didakwa terlibat dalam tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Selain Sambo, ada enam tersangka lainnya termasuk Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Arif Rachman Arifin. Lalu, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.(*)


(Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved