OPINI
OPINI: Proporsional Tertutup pada Pemilu 2024: Konstitusional Namun Tidak Rasional
TELAH menjadi hal yang lumrah jika setiap perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) akan diwarnai dengan tensi politik yang memanas.
Penulis: Citizen Reporter | Editor: Haqir Muhakir
Muhammad Muflih Gani SH, Pendiri platform edukasi hukum @lawxorder_
TELAH menjadi hal yang lumrah jika setiap perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) akan diwarnai dengan tensi politik yang memanas.
Pemilu 2024 mendatang tentu tidak menjadi pengecualian.
Belum lama ini publik dikagetkan oleh pernyataan Deny Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM RI periode 2011-2014.
Ia menyatakan telah mendapat bocoran terpercaya bahwa hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materiil UU Pemilu akan mengabulkan penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 mendatang.
Padahal hingga saat artikel ini ditulis (13 Juni 2023), Mahkamah Konstitusi sendiri belum mengeluarkan putusan terkait uji materiil tersebut.
Baca juga: OPINI: Mengulas Pengaruh Suhu Oven terhadap Kualitas Biskuit
Mahkamah Konstitusi baru akan membacakan putusan pada 15 Juni 2023.
Pernyataan ini tentu menuai kontroversi sebab putusan MK sebelum dibacakan bersifat rahasia dan dilindungi oleh negara.
Bahkan Prof Mahfud MD (Menkopolhukam) meminta agar polisi menangkap informan Deny.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan proporsional tertutup? Sistem proporsional tertutup secara singkat merupakan sistem pemilihan dimana rakyat hanya memilih partai politik (parpol) saja, nantinya partai tersebut secara tertutup / internal akan memilih calon legislatif (caleg) berdasar nomor urut yang sudah ditentukan oleh partai.
Jika partai tersebut mendapatkan kuota 2 kursi, maka yang terpilih adalah caleg nomor urut 1 dan 2.
Sistem ini tentu saja berbeda dengan sistem proporsional terbuka dimana masyarakat memilih secara langsung caleg yang diinginkan sehingga caleg terpilih merupakan yang memiliki suara terbanyak diantara caleg lainnya dari partai yang sama tanpa tergantung pada nomor urutnya.
Proporsional tertutup dinilai sebagai ancaman demokrasi sebab membatasi hak demokrasi rakyat untuk memilih wakilnya di parlemen. Namun benarkah demikian?
Baca juga: OPINI: Demi Gaya Hidup, Kehormatan Pun Melayang
Perlu diketahui bahwa uji materiil UU Pemilu sebelumnya telah melalui sidang pendahuluan pada November 2022 yang dimohonkan oleh beberapa anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Amar permohonannya sendiri mendalilkan bahwa frasa ‘terbuka’ pada Pasal 168 ayat (2) UU No.17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan peserta pemilu adalah partai politik bukan calon orang perorangan.
OPINI : Dokter Jantung Anak Hanya untuk yang Mampu? Potret Buram Akses Kesehatan Publik |
![]() |
---|
OPINI: Korupsi Pendidikan Menggerus Kesehatan Mental Generasi Emas |
![]() |
---|
OPINI : Gas Air Mata dan Kesehatan Mental: PR Demokrasi di Balik Demo 17+8 |
![]() |
---|
OPINI : Meneladani Gaya Hidup Sehat Nabi di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
OPINI: Menuju Indonesia Bebas Kekerasan - Refleksi Tragedi yang Terulang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.