Bangun Literasi Generasi Muda Daerah Konflik, Poso Babaca Sebar Perpustakaan Kardus di Tana Poso

Komunitas Poso Babaca datang ke daerah terpencil di Poso dan sekitarnya untuk meningkatkan mutu generasi muda melalui baca buku.

Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
Dokumentasi Poso Babaca
Keceriaan anak-anak di Desa Dulumai dalam kegiatan Poso Babaca 

TRIBUNPALU.COM -  Tiga anak kecil berdiri sebuah ruangan di daerah pesisir Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah sekitar tahun 2018.

Ketiganya mengungkapkan cita-cita mereka di hadapan puluhan teman yang duduk melingkar di ruangan tersebut.

Anak pertama, seorang laki-laki berkata dengan lantang ia ingin jadi tentara.

“ Saya ingin jadi tentara ketika besar,” katanya, yang kemudian disambut ucapan amin dari teman sebayanya.

Kemudian anak kedua, seorang perempuan mengungkapkan ingin menjadi dokter.

“ Jadi dokter,” ucapnya malu-malu yang juga disambut teriakan amin dari teman-teman yang hadir.

Sementara anak ketiga menjawab, ketika ia besar, ia ingin jadi mujahidin.

Cita-cita itu juga diamini oleh puluhan teman sebayanya dengan keras.

Tiga “profesi” diungkapkan tiga generasi penerus bangsa ini terekam dalam kegiatan Komunitas Poso Babaca di daerah yang saat itu masih jadi zona aksi kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.

“ Cita-cita dari anak-anak tersebut mungkin terinspirasi dari apa yang mereka lihat sehari-hari, di sekitar rumah mereka hampir tiap hari melihat polisi atau tentara bersenjata lengkap karena daerah ini termasuk daerah operasi militer,” jelas juru bicara Poso BaBaca, Gunawan Primasatya kepada TribunPalu.com.

“ Apakah ada yang salah dengan cita-cita mereka? Saya tidak bisa berkomentar, yang jelas cita-cita mereka melihat dari apa yang sehari-hari tampak didepan mata, yang sedikit banyak berkorelasi dengan kekerasan,” ujarnya.

Potret Kawan Babaca melaksanakan kegiatan Perpustakaan Kardus dengan membawa buku dalam kardus ke daerah terpencil
Potret Kawan Babaca melaksanakan kegiatan Perpustakaan Kardus dengan membawa buku dalam kardus ke daerah terpencil (Dokumentasi Poso Babaca)

Sebagai catatan, pada 2018, daerah Poso dan sekitarnya masih berlangsung Operasi Tinombala dari Pemerintah RI untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.

Fakta bahwa daerah konflik atau pasca-konflik belum menjadi daerah yang ramah bagi anak dan perempuan, jadi  alasan Komunitas Poso Babaca mau berkelana ke penjuru Poso.

Komunitas Poso Babaca datang ke daerah terpencil di Poso dan sekitarnya untuk meningkatkan mutu generasi muda melalui baca buku.

Komunitas Poso Babaca memilih jalur pembiasaan membaca buku ke anak-anak hingga remaja untuk menginisiasi perubahan dengan meningkatkan literasi generasi muda.

Perpustakaan Kardus

Relawan yang biasa disebut Kawan Babaca, menggunakan sepeda motor demi bisa menjangkau desa-desa yang tak bisa diakses dengan kendaraan roda empat.

“ Biasanya kami pakai sekitar 5 sepeda motor, dari situ kami membawa beberapa kardus yang berisi buku, oleh karenanya, kami sering dijuluki perpustakaan kardus,” ungkap Gunawan yang pernah merasakan langsung konflik agama di Poso ini.

Dengan beberapa kardus sekali jalan, Komunitas Poso Babaca bisa membawa beragam buku untuk anak-anak di desa tujuan. 

Dari koleksi ribuan buku beragam topik, hanya ratusan yang bisa mereka bawa untuk memberikan aneka sudut pandang ke anak-anak ataupun penduduk desa lainnya.

“ Kami tak hanya sekadar taruh buku saja, kami mendampingi anak-anak dalam memilih buku bacaan, kami bahas isi bukunya, melatih anak-anak untuk menceritakan kembali apa yang mereka baca juga.”

Ada Kawan Babaca yang mendampingi anak-anak ketika membaca buku.

Buku bacaan anak-anak yang menyenangkan jadi pilihan Poso Babaca untuk menyebarkan paham toleransi, keberagaman dan kedamaian.

“ Jadi ada pengetahuan juga yang bisa kami salurkan ke anak-anak, fokus kami ke nilai-nlai keberagaman, toleransi dan anti kekerasan,” imbuh Gunawan.

Menurut Poso Babaca, distribusi buku di Poso sudah baik, hanya saja minat membaca yang masih kurang.

“Di situ kami hadir, kami dampingin anak-anak untuk mau membaca buku,” kata juru bicara komunitas yang mempunyai moto Berbagi Inspirasi Melalui Literasi ini.

Poso Babaca berkeyakinan membaca buku bisa membuka jendela dunia bagi generasi muda, harapannya bisa menghargai nilai-nilai keberagaman, toleransi, dan kedamaian.

“Niat kami untuk menjaga anak-anak jauh dari lingkaran kekerasan, bagus dan sah saja menjadi tentara atau dokter, tapi di sini kami mengenalkan pula ada profesi lain seperti guru, pilot dan lainnya,” kata dia.

Konflik kekerasan Poso di masa lalu bisa saja terulang jika generasi muda masih kurang pengetahuannya. 

Di sisi lain, generasi emas untuk membangun Poso harus disiapkan dengan terus menambah pengetahuan.

Seiring berkembangnya banjir pengetahuan melalui internet, komunitas ini berharap generasi muda bisa memilah dan memilih informasi mana yang benar dan kabar bohong.

“ Setidaknya kami membiasakan mereka untuk selalu membaca dulu, jangan asal share, pengetahuan dasarnya juga kami harapkan sudah kuat dulu dengan banyak membaca buku,” tambah Gunawan.

Buku dijadikan sarana agar anak-anak di daerah terpencil bisa lebih berkembang.

Selain Perpustakaan Kardus, Poso Babaca juga kerap mengadakan Piknik Buku, kegiatan baca buku di tempat- tempat wisata atau keramaian di Poso.

“ Kami mengajak penduduk setempat atau pengujung wisata untuk baca buku barsama, bercerita, mengambil nilai-nilai apa yang bisa diambil dari cerita yang sudah dibaca,” ujarnya.

Potret Kawan Babaca melaksanakan kegiatan Perpustakaan Kardus
Potret Kawan Babaca melaksanakan kegiatan Perpustakaan Kardus (Poso Babaca)

Pada tingkatan lanjut, Poso Babaca mendirikan perpustakaan di desa yang dinilai sudah mampu untuk mengelola.

Hingga kini, sudah ada dua perpustakaan tetap, yakni di Tampemadoro dan Malitu.

“ Jika satu desa sudah ada penduduk sekitar yang mau dan mampu mengelola, maka kami bantu untuk dirikan perpustakaan, karena perpustakaan bukan hanya menaruh buku, tapi bagaimana bisa mengelolanya,” kata Gunawan.

Mengelola, kata dia melanjutkan, adalah bagaimana buku itu bisa untuk bergantian dibaca masyarakat setempat, mendiskusikan nilai-nilai yang dikandung buku dan terakhir bisa merawat buku itu sendiri.

“ Bukan hanya tempat untuk menaruh banyak buku,” tegas dia.

Perpustakaan lain yang sudah ada yakni di rumah pribadi Gunawan di Kelurahan Kasintuwu, Poso.

“ Pada tahun 2018 mendapat apresiasi dari Astra, Komunitas Poso Babaca mendapat Satu Indonesia Award Provinsi Sulawesi Tengah, dari situ ada dana untuk bikin perpustakaan di rumah,” kata dia.

Dengan membaca buku, Komunitas Poso Babaca berharap bisa menyisipkan berbagai nilai-nilai untuk mencegah konflik atau kekerasan ke generasi muda.

Di buku yang berisi cerita rakyat atau fabel dijadikan sarana untuk belajar mengenalkan nilai-nilai kejujuran, saling menghormati dan toleransi meski berbeda-beda.

Melahirkan 3 komunitas lain

Hampir empat tahun berjalan, Poso Babaca kini "melahirkan" tiga komunitas di daerah Poso.

Gunawan mengatakan fokus utama agar anak-anak di zona konflik lebih luas wawasannya dengan membaca, kini sudah lebih ditingkatkan.

Poso babaca kini "melahirkan" tiga komunitas baru dengan keunikan tersendiri.

" Yang pertama di pusat Kota Poso yang dikelola oleh Poso Study Circle, fokusnya ke peningkatan skill bahasa Inggris anak-anak."

Yang kedua di Tampemadoro dikelola komunitas Rumbia dan terakhir di Tentena dengan penggerak komunitas Banua loe.

" Selain kami bergerak melalui media buku, 3 anak Poso Babaca tadi sekarang lebih fokus ke peningkatan lifeskill anak-anak di daerah masing-masing," jelas Gunawan.

Harapannya agar anak-anak di bekas daerah konflik bisa lebih kuat dan mencegah konflik terjadi di masa depan.

Ia memberikan contoh sederhana adanya permainan ular tangga toleransi.

" Di permainan tersebut ada kotak yang ketika melakukan hal buruk terkait SARA, akan ada efek negatif yang muncul, di situ kami diskusi sama adik-adik."

" Semangat dari Poso Babaca kini kami jabarkan lagi dengan 3 komunitas baru itu, membaca buku tetap jalan, ditambah dengan peningkatan lifeskill dari generasi muda, konflik saat ini sudah dibilang sudah tak ada, jadi kami fokus ke peningkatan skill," ujar Gunawan.

Menurutnya, anak-anak di daerah konflik harus disiapkan untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan, selain ada hal khusus yang perlu diperhatikan, yakni mencegah terulangnya konflik.

Nilai toleransi dan keberagaman jadi nilai utama agar generasi muda tidak mudah mengulangi konflik di masa lalu di Poso yang berkaitan dengan agama ataupun paham radikalisme tertentu.

“ Harapan kami, generasi baru di Poso ini bisa dapat bekal pengetahuan yang baik untuk membangun Poso yang damai, Poso yang lebih cerdas.”

“ Kami kira, Poso adalah satu barometer di Indonesia, jika Poso aman, maka Indonesia juga aman” imbuh pria kelahiran asli Poso ini.

Peningkatan literasi diharapkan bisa menjadi satu di antara benteng untuk menjaga generasi muda agar mencegah terulangnya konflik dan sebagai dasar membangun Poso di masa depan.

Poso Butuh Kolaborasi Semua Pihak

Cendekiawan Muslim Palu, Prof Lukman S Thahir memberikan apresiasi kegiatan yang dilakukan Poso Babaca dan komunitas turunannya.

“ Poso butuh bantuan dari banyak pihak, kolaborasi jadi barang wajib untuk dilakukan dalam upaya membangun kembali Poso,” kata Lukman yang saat ini juga menjabat Rektor Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama ini.

Di sisi lain, ia berharap Poso Babaca ini bisa memperkuat pendampingan yang dilakukan ke generasi muda.

Prof Lukman S Thahir, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Prof Lukman S Thahir, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama, Kota Palu, Sulawesi Tengah. (handover)

“ Indonesia ini dengan jumlah muslim terbesar di dunia tak hanya jadi tujuan wisata, tapi juga sasaran untuk menciptakan konflik, sasaran kekerasan bagi kelompok transnasional, memperkuat kemampuan generasi muda untuk mengolah informasi sangat penting,” ujar akademisi yang masih melakukan pendampingan ke puluhan eks-teroris Poso ini.

Cepatnya informasi melalui internet ditakutkan bisa menjadi pemicu konflik jika tidak dibarengi dengan penerimaan informasi yang mumpuni.

“ Di internet itu sekarang ada video-video yang belum tentu benar, ada gambar, ada suaranya, jika tidak dibarengi literasi yang benar, maka itu berbahaya bagi Poso yang menyimpan  luka masa lalu,” tegasnya.

“ Literasi dalam arti bisa membaca, bisa menelaah dan kroscek informasi ke berbagai sumber jadi penting menghadapi era post truth ini, untuk generasi muda apalagi, masa depan Poso ada di tangan mereka,” tambah Ketua Ketua Tanfidziyah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU Sulawesi Tengah ini.

Komunitas Poso BaBaCa digagas oleh Gunawan Primasatya, Mahris Supono, Murthy F. Rone, Husein Noval, Lugna Hi. Lanna 13 November 2014 lalu.

“Kami adalah sekumpulan orang Poso yang mempunyai visi yang sama, percaya buku sumber sejuta ilmu, setiap tulisan punya jutaan cerita dan setiap cerita merupakan sumber ilmu,” kata Gunawan yang berperan jadi juru bicara ini.

“Kami berniat berbagi ilmu dengan setiap orang Poso melalui setiap bacaan yang kami pernah baca, melalui tulisan yang pernah kami tulis, niat kami juga untuk menjaga usia anak jauh dari lingkaran kekerasan dan dampak buruk modernisasi,” ungkapnya.

“ Tujuan akhirnya Poso yang lebih cerdas, Poso yang lebih damai.”

Adapun “Babaca” adalah dialek asli Poso yang berarti membaca.

Poso Babaca ya artinya Poso membaca,” pungkasnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved