Bencana Sulawesi Tengah

6 Tahun PascaTrilogi Bencana Palu, Papan Alert Tsunami Evacuation Zone Mulai Disebar BMKG dan BPPD

Papan peringatan tsunami (tsunami alert board) terpajang di pertigaan Jl Yos Sudarso-Jl Abadi Hangtua, Talise, Kota Palu, Minggu (18/2

Penulis: Zulfadli | Editor: Haqir Muhakir
TribunPalu.com/Syahrul Cahya
TSUNAMI BOARD - Papan peringatan tsunami (tsunami alert board) terpajang di pertigaan Jl Yos Sudarso-Jl Abadi Hangtua, Talise, Kota Palu, Minggu (18/2/2024) malam. Papan peringatan ini upaya preventif menghidari jatuhnya banyak korban bencana alam, seperti kejadian 28 September 2018, enam tahun lalu. 

Tepat pukul 17.02 WIT pada 28 September 2018, terjadi gempa bumi dahsyat di Sulawesi Tengah, dengan korban wafat lebih 2000 orang.

Beberapa wilayah terdampak antara lain Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Mountong.

Gempa magnitudo 7,6 SR ini, membuat 1,6 juta warga dartah sekitar Palu trauma.

Hingga awal Februari 2024 ini ada puluhan papan peringatan serupa dipajang di seantero Palu dan beberapa kabupaten sekitarnya.

Seperti saat gempa dan tsunami Aceh dan Asia, 2004.

Instalasi alert board ini juga melengkapi upaya lain pemerintah seperti pemasangan Sirine Tsunami (SiRCOM).

Sirene dari pemerintah pusat ini misalnya sudah dipasang di Jl. KH Ahmad Dahlan, Lolu Utara, Kec. Palu Sel., Kota Palu, sekitar 5 km sebelah barat Talise.

Setahun pascagempa, Ratusan lembaga riset kampus, pemerintah, dan asing, mengirim seribuan peneliti gempa, dampak sosial, infrastruktur, ke Palu.

Bencana tersebut juga mempengaruhi perkembangan Kota Palu hingga saat ini.

Baca juga: Kecelakaan Maut di Jl Juanda Palu Tewaskan Pria Lansia, Pemotor Jatuh lalu Terlindas Dump Truk

Tsunami yang terjadi berhubungan dengan pergerakan sesar Palu-Koro dan Subduction Zone (Zona Subduksi).

Kondisi geometri lereng teluk Palu yang sangat tajam serta pantai Kota Palu yang berada diujung teluk. 

Contohnya, tahun 2022 dan 2023 lalu, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang kementerian ATR, bekerjasama dengan Universitas Katolik Parahyangan Bandung telah mengkaji dan memetakan tingkat bahaya yang berhubungan dengan tsunami dan likuefaksi yang rawan terjadi di Kota Palu.

Dari hasil kajian tersebut didapatkan data dan informasi terkait Inundation Height (Tinggi Rendaman/Banjir), Running Height (Tinggi Tsunami), serta Liquefaction Potential Index (Indeks Potensi Likuefaksi).

Data dan informasi ini kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan Hazard Zone atau Zona Kerentanan terhadap tsunami dan likuefaksi yang dikorelasikan secara langsung dengan potensi kerusakan di Kota Palu.

“Gambaran Hazard Zone atau Zona Kerentanan serta data dan informasi lain hasil dari kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan terhadap Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Palu yang saat ini sedang disusun. Rencana Tata Ruang (RTR) diharapkan tidak hanya menjadi payung hukum pemanfaatan ruang namun juga dapat menjadi instrument yang fleksibel untuk merespon kecepatan dinamika pembangunan dan investasi,” ungkap Budi Situmorang selaku Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang dalam pembahasan Laporan Kajian Pemetaan Tingkat Bahata Tsunami dan Likuefaksi Kota Palu, tahun 2023 lalu. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved