Kejagung Sita Rp 137,7 Miliar dan 1.062 Gram Emas dari Korupsi PT Timah, Kini Periksa 2 Petinggi

Selama kasus itu bergulir, Kejagung telah menetapkan 16 tersangka, termasuk dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani

Editor: mahyuddin
Kompas.com/Dian Maharani
Gedung Kejaksaan Agung RI 

TRIBUNPALU.COM - Penyidik dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita miliaran rupiah dan puluhan keping emas logam mulia dari para tersangka dugaan Korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Barang bukti dari para tersangka itu diduga hasil dari Korupsi.

Teranyar, Kejagung memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, pihaknya memeriksa General Manager PT Timah berinisial RA dan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah berinisial NAK.

"Diperiksa terkait penyidikan perkara tindak pidana korupsi itu," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (3/4/2024).

Selama kasus itu bergulir, Kejagung telah menetapkan 16 tersangka.

Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Baca juga: Sosok Harvey Moeis, Suami Artis Sandra Dewi yang Terseret Dugaan Korupsi Rp 271 Triliun

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Berbagai barang bukti itu disita Kejagung dari penggeledahan dilakukan pada 6 Desember 2023 di berbagai tempat di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Dalam penggeledahan itu, tim penyidik menyita berbagai barang bukti elektronik, dokumen, uang tunai dalam berbagai mata uang, dan surat berharga lainnya.

Barang bukti yang disita di antaranya 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram.

Kemudian, ada uang tunai senilai Rp 76 miliar, 1.547.300 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 24 miliar, dan 411.400 dollar Singapura (SGD) atau setara Rp 4,7 miliar.

Ada sembilan tempat yang digeledah Kejagung, yakni di kantor PT SB, CV VIP, PT SIP, PT TIN, CVBS, dan CV MAL.

Selanjutnya rumah tinggal saksi A di Kota Pangkalpinang, rumah tinggal saksi TW di Kabupaten Bangka Tengah, dan rumah tinggal saksi TW di Kabupaten Bangka.

Tim penyidik Kejagung kembali melakukan penggeledahan pada 6 sampai 8 Maret 2024 terkait penyidikan kasus itu.

Penggeledahan lanjutan dilakukan di beberapa tempat yakni kantor PT QSE, PT SD, dan rumah tinggal saksi berinisial HL di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Ketut mengatakan, dalam penggeledahan yang kedua itu tim penyidik menyita uang sebesar Rp 10 miliar dan 2.000.000 dollar Singapura.

Baca juga: Rolls-Royce Hadiah Ultah Sandra Dewi Tahun Lalu dari Harvey Moeis Disita Kejagung

Selanjutnya, Ketut mengatakan, penyidik akan terus menggali fakta-fakta baru dari barang bukti tersebut guna membuat terang penyidikan yang tengah dilakukan.

Kasus itu belakangan menjadi sorotan setelah Kejagung menetapkan dua sosok beken menjadi tersangka.

Mereka adalah selebgram Helena Lim dan Harvey Moeis, yang merupakan suami dari selebritas Sandra Dewi.

Helena ditahan usai menjalani pemeriksaan pada 26 Maret 2024, sedangkan Harvey dijebloskan ke bui berselang sehari kemudian.

Sedangkan Harvey dijerat pasal karena turut mengakomodasi penambangan timah ilegal.

Dia dan para tersangka lain diduga terlibat korupsi melakukan perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah.

Perjanjian tersebut digunakan sebagai landasan oleh para tersangka untuk membuat perusahaan boneka agar dapat mengambil biji timah di kawasan Bangka Belitung.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menjelaskan, Harvey diduga kongkalikong dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), untuk mencari keuntungan dalam kasus korupsi komoditas timah.

HM pernah menghubungi Mochtar pada 2018-2019 dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Baca juga: Terungkap Beking Harvey Moeis Berinisial RBS Kabur ke Luar Negeri

Harvey dan Mochtar juga pernah mengadakan pertemuan beberapa kali. Keduanya bersepakat agar kegiatan penambangan ilegal di Bangka Belitung ditutupi.

Caranya dengan menyewa peralatan processing peleburan timah. Havey kemudian menjalin komunikasi dengan beberapa perusahaan smelter untuk mengakomodasi hal itu.

"Akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut akhirnya dicover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar Kuntadi.

Kuntadi menambahkan, Harvey juga meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk diserahkan sebagai dana corporate social responsibility (CSR).

Sedangkan Helena yang menjabat manajer PT QSE diduga membantu mengelola hasil penambangan ilegal timah itu.

Caranya, kata Kuntadi, melalui kerja sama penyewaan peralatan pemrosesan peleburan timah.

Helena diduga memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE guna kepentingan dan keuntungan dirinya, termasuk para tersangka.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved