Sulteng Hari Ini

Temu Media Sulteng, PT Vale Indonesia dan Akademis Untad Urai Problematika Pertambangan

Pengalaman puluhan tahun PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulsel akan diterapkan di semua kawasan, termasuk Morowali.

Penulis: Misna Jayanti | Editor: mahyuddin
Handover
PT Vale Indonesia bekerja sama Dewan Pers menggelar Temu Media Sulteng. Kegiatan yang dirangkaikan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) itu berlangsung di Best Western Hotel, Jl Basuki Rahmat, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah. 

TRIBUNPALU.COM, PALU - PT Vale Indonesia bekerja sama Dewan Pers menggelar Temu Media Sulteng.

Kegiatan yang dirangkaikan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) itu berlangsung di Best Western Hotel, Jl Basuki Rahmat, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Temu Media Sulteng itu bertajuk Mengurai Problematika Pertambangan di Sulawesi Tengah.

Hadir sebagai narasumber Head of Communications Vale Indonesia Bayu Aji, Sekretaris Umum PWI Sulteng Temu Sutrisno dan Akademisi Universitas Tadulako Mohammad Ahlis Djirimu.

Dalam pertemuan itu, narasumber dan peserta membahas dampak pertambangan pada tatanan sosial, ekonomi dan lingkungan di Sulawesi Tengah.

Termasuk praktik pertambangan dibutuhkan daerah untuk mengurai problematika yang muncul dari lajunya pertumbuhan industri tambang.

Baca juga: PT Vale IGP Morowali Rampungkan Pembangunan Gedung PAUD Desa Nambo

Akademisi Untad Ahlis Djirimu dalam pemaparannya menyebutkan kehadiran hilirasi yang dibarengi industrisasi dan urbanisasi.

"Artinya, ada peluang kerja dan usaha di tempat hilirisasi. Ada perpindahan penduduk besar-besaran," ucap Ahlis Djirimu.

"Ada 5.000 penduduk Buol pindah ke Morowali membawa keluarga. Begitu mereka masuk sekolah, tidak muat. Sehingga ada sekolah di Morowali menerapkan pelajaran Pagi, Siang dan Sore," jelasnya menambahkan.

Tak hanya itu, kata Ahlis Djirimu, daerah yang ditinggalkan akan kehilangan pemilih, penduduk dan potensi ekonomi.

Persoalan lain menurut Ahlis Djirimu adalah mata pencarian penduduk setempat yang tergusur karena pembangunan industri.

"Di daerah Morowali dulu ada pencari kerang. Sehari bisa dapat Rp 300 ribu. Sekarang kawasan mencari kerang mereka sudah tercemar, menguning, sehingga mereka sulit mendapat kerang," kata Ahlis bercerita.

Ahlis Djirimu juga menyinggung soal kesenjangan pembangunan, potensi bencana.

"Ada 14,841 ha hutan hilang di Sulteng. Itu setara 18 ribu lapangan bola," jelas Ahlis Djirimu.

Head of Communications Vale Indonesia Bayu Aji di hadapan wartawan menyebut kegiatan itu sebagai upaya menghadirkan jurnalis profesional.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved