Jalan Panjang Indonesia Bebas Judi Online: Bahu–membahu Berperang dengan Permainan Penuh Tipu

Irawan juga menyinggung soal lagu Raja Dangdut Rhoma Irama yang secara khusus membahas judi, bukti dari zaman dulu sampai sekarang judi buruk.

Penulis: Imam Saputro | Editor: Wahid Nurdin
TribunJabar
ilustrasi judi online 

TRIBUNNEWS.COM - Peribahasa seganas-ganasnya harimau tak akan memakan anak sendiri tak berlaku bagi AR. Pria 36 tahun di Tangerang ini tega menjual anak kandungnya sendiri berusia 11 bulan senilai 15 juta rupiah kepada orang yang ia ketahui dari media sosial.  Parahnya, uang 15 juta itu malah ia gunakan untuk judi online dan ludes dalam seminggu saja.

Untungnya, si bapak yang lebih kejam dari harimau ini sudah ditangkap polisi dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya. 

Tak sampai jual anak, judi online membuat O, pria di Sukoharjo, Jawa Tengah menjual mobil dan beberapa hartanya karena ia gunakan untuk judi online.

“Awalnya cuma njajal (mencoba) karena ada teman yang main, pakai seratus ribu pertama kali menang, mbalik (untung) 500an ribu kalau gak salah, nah dari situ mulai ketagihan,” kata O ketika berbincang dengan Tribunnews.com, akhir September 2024 lalu.

O mengungkapkan dalam sepuluh kali main, ia paling hanya bisa menang sekali. “Dari pertama menang itu, yang kedua ketiga seingat saya kalah terus, tapi malah jadi penasaran,” kata O yang mencoba judi online pada awal 2023 ini.

Ia mengaku ketika kalah, kerapkali nomor HP-nya mendapatkan pesan WA (WhatsApp) dari nomor tak dikenal yang menawarkan pinjaman dengan mudah.

“Mungkin sudah jaringan ya, ada pinjaman online sama judi online, kalau pas kalah biasanya ada yang nawari pinjaman gitu, tapi saya kalau pinjaman belum pernah, saya lebih memilih jual apa yang saya punya saja,” kata O.

Mengharap untung jadi buntung terjadi pada O, ia terpaksa menjual beberapa hartanya untuk bisa terus bermain judi di gadgetnya.

“Paling gede itu jual mobil, sama motor, tapi ya tetap tidak bisa untung, habis, bandarnya lebih pinter,” kata dia.

“Yang di media sosial video tentang dampak judi online itu ya saya rasakan, sebulan pertama masih naik mobil, bulan berikutnya mobil e dijual ganti motor matic, sebulan berikutnya ganti motor jelek bahkan jalan kaki, karena semua dijual, “ beber bapak 3 anak ini.

O akhirnya bisa menghentikan perilaku judi ini setelah menjual motornya. Ia ternasihati oleh keadaan ketika anak pertamanya protes karena tidak diantar ke sekolah menggunakan motor seperti biasanya.

“Mungkin hidayah dari Allah juga, waktu itu anak pertama saya protes, Pak kok sekolah nggak diantar pakai motor lagi, nah waktu itu tiba-tiba mak deg di hati, saya harus berhenti main (judi),” kenangnya.

“Yang kedua juga mungkin jalan Tuhan, siang pas makan di warung ada yang nyetel lagu Judi dari Rhoma Irama padahal itu lagu lawas, ndilalah ada yang memutar, itu tambah menyadarkan saya.”

Pascakejadian itu, O mengaku berusaha menghentikan perilaku judinya dengan bertaubat dan meng-uninstall semua aplikasi yang berhubungan dengan judi online.

“Ya memang tak mudah, tapi mungkin sudah jalannya, protesnya anak pertama saya jadi pengingat, jadi hampir setahunan saya terjerumus ke judi hingga jual mobil, motor dan koleksi burung saya, dan sekarang sudah bisa berhenti,” kata dia.

Judi Bermetamorfosis Ikuti Perkembangan Zaman

ILUSTRASI Judi Konvensional, Kawasan pasar di Desa Kotaraya, Sulawesi Tengah, diduga menjadi kawasan Perjudian, namun kini judi sudah bermetamorfosa sehingga bisa dimainkan di gawai masing-masing,
ILUSTRASI Judi Konvensional, Kawasan pasar di Desa Kotaraya, Sulawesi Tengah, diduga menjadi kawasan Perjudian, namun kini judi sudah bermetamorfosa sehingga bisa dimainkan di gawai masing-masing, (handover)

Fenomena di luar nalar seperti jual anak kandung dan beberapa kasus bunuh diri secara langsung disebabkan oleh judi online.

Judi kini sudah bermetamorfosis lebih modern dan memiliki dampak negatif.

Dahulu “judi” dilakukan secara bersama-sama di ruang publik dengan tujuan non-materialistik, namun sekarang bisa dilakukan secara privat di gadget masing-masing dengan tujuan mencari keuntungan.

“Perjudian di zaman dahulu memang sering kali dianggap sebagai bentuk hiburan semata, biasanya dilakukan pada akhir seremonial dan tidak meninggalkan dampak negatif yang signifikan,” kata Pamong Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X (BPK Wilayah X), Indra Fibiona kepada Tribunnews.com, awal Oktober 2024.

Ada pula judi yang muncul karena kepercayaan di masyarakat, misalnya masyarakat zaman dulu percaya bahwa roh orang yang baru meninggal akan kembali mengunjungi rumah, sehingga mereka berjaga semalaman agar tidak tertidur.

“Untuk menahan kantuk, permainan kartu seperti teplekan dimainkan hingga pagi,” jelasnya.

Menurutnya, fenomena ini menjadi problematik karena perjudian di kalangan masyarakat kecil sering kali mengarah pada sikap milenaristik—menggantungkan nasib pada kemenangan dalam perjudian - yang bisa membawa ekses negatif, seperti ketergantungan atau kerugian finansial.

“Dulu murni karena untuk menemani “laku” tertentu, kalau sekarang judinya sudah pindah ke gawai masing-masing dan motivasinya untuk cari uang, dan dampaknya buruk,” jelasnya.

“Sekarang ini yang namanya judi harus diberantas, karena sudah bertujuan buruk dan negatif.”

Simalakama Kemajuan Teknologi

Judi model kekinian yang bisa dilakukan di HP masing-masing orang tidak lepas dari kemajuan teknologi.

Judi zaman now bisa dilakukan tanpa harus bertemu bandar, tanpa harus pergi ke bank atau ATM untuk setor uang, dengan beberapa kali klik di HP, aktivitas ilegal ini bisa dilakukan.

Pascapandemi Covid-19, penggunaan internet di Indonesia naik drastis. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut tingkat penetrasi internet di Indonesia tahun 2024 sebesar 79,50 persen, naik dibandingkan sebelum pandemi yang hanya di angka 64 persenan.

Ilustrasi menggunakan gadget.
Ilustrasi menggunakan gadget. (Dok. Grid.ID)

“Kemudahan orang bisa akses apapun di HP termasuk judi online harus kita waspadai, apalagi ke masyarakat yang golongan menengah ke bawah, lihat iklan judi kalau tidak dibarengi dengan pengetahuan yang cukup bisa tergiur dan terjerumus,” kata Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Irawan Wibisono.

“Karena di HP masing-masing, maka menjadi sangat berbahaya, diam-diam ternyata main judi.”

Dosen berusia 38 tahun ini mengatakan terkadang judi disamarkan dengan modus permainan gim online.

"Sekarang makin canggih, dari luar tampaknya cuma mainan gim biasa, tapi ternyata itu pakai deposit, ada taruhannya jadi ujung-ujungnya judi juga, ini juga harus diwaspadai oleh orang tua ataupun aparat," kata dia.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2023, sebanyak 3,79 juta warga Indonesia terseret dalam pusaran judi online. Total depositnya mencapai Rp 34 triliun.

Ironisnya, 80 persen dari jumlah pemain judi online tersebut merupakan masyarakat berpenghasilan rendah, di antaranya pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, dan pegawai swasta.

Mereka melakukan deposit atau top up dana untuk modal berjudi rata-rata kurang dari Rp 100.000. Sebanyak 51 persen merupakan karyawan swasta. Sisanya berturut-turut adalah pengusaha sebanyak 17 persen, pedagang 10 persen, serta pelajar atau mahasiswa 8 persen.

“Yang bahaya adalah ketika menang ketagihan, sedangkan ketika kalah penasaran, perlu kita sebarkan bahwa judi online itu ada alogaritma tertentu, ada trik psikologisnya, yang ujung-ujungnya pengguna atau masyarakat pasti, saya katakan pasti ya, pasti kalah, pasti rugi,” terang Irawan.

“Kalau menang itu paling hanya sekali, sebagai pancingan, selanjutnya itu biasanya dan pasti kalah dengan nominal lebih besar daripada ketika menang,” tegasnya.

Menurut Irawan, upaya dari pemerintah termasuk adanya SMS Blast dari Kominfo bisa memberikan pencegahan.

“Semua upaya perlu dilakukan, SMS meski kesannya jadul, tapi malah bisa memberikan atensi, lo ada SMS apa ini, biasanya kan apa-apa sekarang via WA, jadi SMS Blast bisa jadi pintu masuk pencegahan,” kata Irawan.

Irawan juga menyinggung soal lagu Raja Dangdut Rhoma Irama yang secara khusus membahas judi. “Itu bukti dari zaman dulu sampai sekarang judi itu tidak bisa membuat seseorang jadi kaya,” katanya.

“Selain tentu saja kampanye melalui gaya Gen Z di media sosial terus dilakukan, agar literasi digital penerus bangsa bisa terjaga, paling minim tidak terjerumus ke judi dengan segala macam "pakaiannya" dan bisa menjadi agen perubahan di keluarga masing-masing.”

Menurutnya, pemberantasan judi online harus dilakukan dari hulu ke hilir. “ Dari pemerintah kan sekarang sudah mulai ada Satgas yang memblokir situs judi, blokir rekening yang terafiliasi judi, itu dari atas, kita yang ada di masyarakat bisa aktif untuk memberikan edukasi bahwa bagaimanapun judi itu ujung-ujungnya merugikan,” kata dia.

Kuatkan Peran Keluarga

Pemain judi online mirisnya tidak hanya berasal usia dewasa tetapi juga anak-anak.

Berdasarkan data demografi, pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen dari pemain, dengan total 80.000 orang.

“Sebaran pemain antara usia antara 10 tahun sampai 20 tahun sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13 persen atau 520.000 orang. Usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40 % atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34?ngan jumlah 1.350.000 orang,” kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum dalam Podcast JUMATAN (Jumpa PPATK Pekanan) edisi 26 Juli 2024.

Dalam diskusi tersebut, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan anak yang melakukan judi online juga cenderung melakukan tindakan kriminalitas.

“Kriminalitas bisa disebabkan karena mereka belum siap secara ekonomi, psikososial dan mental” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan penyebab dari maraknya anak terjerumus judi online yakni dari pengaruh teman sebaya, akses internet yang tidak dibatasi, terbujuk iklan, rasa penasaran dan kurangnya perhatian dari orang tua.

“Untuk Itu peran pengawasan orang tua sangat dibutuhkan untuk mencegah dan memberantas judi online di kalangan anak-anak” ujar Lisa, sapaan akrabnya.

Upaya Terpadu Pemerintah Perangi Judi Online

Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk memerangi permainan penuh tipu daya ini.

Diketahui, Kementerian Informasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melakukan pemutusan akses judi online sebanyak 3.796.902 atau hampir 3,8 juta konten bermuatan judi online sejak periode 17 Juli 2023 hingga 9 Oktober 2024.

Kemenkominfo juga sudah mengajukan permintaan penutupan 555 akun e-wallet atau dompet digital terkait aktivitas judi online kepada Bank Indonesia.

Selain itu, Kemenkominfo juga memblokir 5.779 rekening bank terkait judi daring ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 18 September 2023 sampai 28 Mei 2024.

Sejak 17 Juli 2023 sampai 13 Juni 2024, Kemenkominfo menangani 16.596 sisipan laman judi di situs pendidikan, dan 18.974 sisipan laman judi di situs pemerintahan.

Kemenkominfo juga melayangkan surat peringatan keras kepada pengelola X, Telegram, Google, Meta, dan TikTok karena platform mereka banyak dimanfaatkan untuk menyebarluaskan konten terkait judi online.

Secara terpadu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024.

Satgas ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto dan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait.

Menurut salinan Keppres yang diunggah di laman Sekretariat Kabinet, Satgas Judi Online dibentuk bertujuan untuk mempercepat upaya pemberantasan perjudian daring yang telah meresahkan masyarakat dan menyebabkan kerugian finansial, sosial, serta psikologis.

Pembentukan Satgas ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk menjamin koordinasi yang terpadu.  Dalam Keppres tersebut disebutkan, Hadi Tjahjanto didampingi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sebagai Wakil Ketua Satgas.

Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie menjabat sebagai Ketua Harian Pencegahan, dengan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong sebagai Wakil Ketua Harian Pencegahan.

Satgas ini juga diperkuat oleh anggota bidang pencegahan yang berasal dari berbagai instansi seperti Kementerian Agama, Kejaksaan Agung, TNI, Polri, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit dipercaya sebagai Ketua Harian Penegakan Hukum, didampingi oleh pejabat deputi lintas kementerian/lembaga. Masa kerja Satgas ini berlaku sejak Keppres ditetapkan sampai 31 Desember 2024.

 Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie menjabat sebagai Ketua Harian Pencegahan
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie menjabat sebagai Ketua Harian Pencegahan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online(Handover)

Menkominfo, Budi Arie menekankan perlindungan masyarakat terhadap judi online ini menjadi prioritas utama pemerintah. Selain melibatkan jumlah nilai ekonomi yang besar, juga memiliki daya rusak terhadap ekonomi negara.

“Judi online ini bisa menurunkan daya beli masyarakat, sehingga ekonomi kita tidak produktif. Uang rakyat diambil atau dipakai bukan ekonomi yang memiliki multiplier effect bagi pengembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Budi Arie.

Perputaran uang judi online pun turun menjadi Rp 404 triliun. Jika tanpa intervensi Satgas Judi Online Kemenkominfo, akses judi online naik 35 persen dan perputaran uangnya meningkat menjadi Rp 981,2 triliun.

Budi Arie menambahkan, tantangan utama pemberantasan judi online adalah volume dari konten dan iklan judi online yang sangat besar, serta kata kunci yang dinamis.

“Kita sudah banned kata kunci slot, gacor, dia bikin kata kunci baru, ‘duren’, influencer yang promosi judol juga kita ambil tindakan,” pungkasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved