Sosok Paulus Tannos, Buronan KPK Kasus e-KTP Selama Bertahun-Tahun

Buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos berhasil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Editor: Lisna Ali
Paulus Tannos
Paulus Tannos 

TRIBUNPALU.COM - Buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos berhasil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia ditangkap KPK di Singapura, setelah berhasil meloloskan diri di Thailand beberapa waktu lalu.

Paulus Tannos telah menjadi buronan atau DPO (daftar pencarian orang) KPK sejak 19 Oktober 2021. 

Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada tanggal 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.

Mereka yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021.

Saat itu, ia dipanggil dalam kapasitas sebagai tersangka.

Sosok Paulus Tannos

Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.

Ia ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

"Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen," ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

"Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu," ungkap Fajri.

Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.

Keberadaan Paulus Tannos pernah terdeteksi oleh KPK di Thailand.

Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.

Namun saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. 

Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

Juri Bicara KPK saat itu Ali Fikri menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.

KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. 

Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika Selatan dengan nama baru.

Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus Tannos kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi e-KTP.

Baca juga: TAYANG Februari 2025! Ini Sinopsis Film Horor Jagal Teluh Ceritakan Dendam Psikopat

Penangkapan Paulus Tannos

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Paulus Tannos, di Singapura.

KPK kini sedang berkoordinasi untuk melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus dapat segera dibawa ke Indonesia untuk diproses hukum.

"Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi untuk melengkapi syarat-syarat agar dapat mengekstradisi yang bersangkutan," kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, kepada wartawan pada Jumat (24/1/2025).

Sebelumnya, KPK menghadapi kendala dalam memulangkan dan memproses hukum Paulus Tannos. Hal ini disebabkan oleh status kewarganegaraan Paulus yang cukup rumit.

Paulus Tannos, yang merupakan Direktur PT Sandipala Arthaputra, memiliki kewarganegaraan ganda, salah satunya adalah kewarganegaraan dari negara di Afrika Selatan.

"Dia bukan warga negara Indonesia. Dia punya dua kewarganegaraan karena ada negara-negara yang bisa memiliki dua kewarganegaraan, salah satunya di negara Afrika Selatan," kata Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu.

KPK sempat menemukan keberadaan Paulus di Thailand pada beberapa waktu lalu. Namun, saat tim KPK hendak mengeksekusi, mereka menemui kendala karena Paulus telah mengganti identitas dan paspornya.

"Paspor yang digunakan sudah berbeda nama dan dia telah mengubah identitasnya," ungkap Asep.

"Walaupun kami menunjukkan fotonya yang sama, namun di dokumen yang baru nama yang tertera berbeda."

Baca juga: Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan Ditetapkan, Ada Tadarus Alquran Hingga Pesantren Kilat

Selain itu, Asep juga menjelaskan bahwa Paulus sempat berupaya untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia, namun paspornya sudah mati dan ia menggunakan paspor negara Afrika Selatan untuk bepergian.

Paulus Tannos telah menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021, setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek e-KTP.

Bersama dengan tiga tersangka lainnya, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, Paulus diduga terlibat dalam pengadaan proyek e-KTP yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved