Mahkamah Konstitusi Amatkan Pelantikan Serentak, Pelantikan Bertahap Dinilai Merugikan

Pelantikan ini merupakan tahap pertama yang direncanakan untuk kepala daerah yang tidak menghadapi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Editor: Regina Goldie
Tribunnews/Irwan Rismawan
PELANTIKAN DITUNDA - Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian (kanan) didampingi Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto (kedua kanan), Ketua KPU Mochammad Afifuddin (kedua kiri) dan anggota KPU Idham Kholik (kiri) memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2025). Rapat kerja tersebut membahas terkait pelantikan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota hasil pemilihan nasional serentak tahun 2024. Info terbaru pelantikan ditunda dari jadwal semula 6 Februari 2025. 

Baca juga: Total Harta Kekayaan Raffi Ahmad Sentuh Rp 1 T, Punya Utang Rp 136 M

DPR: Tidak Melanggar Hukum?

Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Nasdem, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pelantikan bertahap tidak melanggar hukum.

Dia merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada serta Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 yang memungkinkan pelantikan dilakukan secara bertahap.

“Berdasarkan kedua aturan tersebut, DPR dan pemerintah meyakini pelaksanaan pelantikan serentak bagi mereka yang tidak bersengketa pada 6 Februari 2025,” kata Rifqinizamy, Selasa (28/1/2025).

Komisi II DPR RI juga telah meminta pemerintah untuk menyiapkan atau merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024 sebagai landasan melaksanakan pelantikan mulai 6 Februari 2025.

“Sepanjang revisi Perpres Nomor 80 Tahun 2024 dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, bisa diterapkan dan itu memiliki legitimasi yuridis,” jelas Rifqinizamy.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf.

Menurut dia, DPR telah meminta pemerintah untuk segera menerbitkan payung hukum yang mendukung keputusan ini.

“Kemarin kita serahkan kepada pemerintah untuk membuat payung hukum yang sesuai, termasuk Perpres baru soal ini,” ujarnya.

Rifqinizamy juga berpandangan bahwa putusan MK 27/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No 46/PUU-XXII/2024 tidak membatalkan aturan mengenai tahapan pelantikan.

Kedua putusan itu dianggap Rifqinizamy hanya mengatur pelantikan dilakukan setelah proses sengketa selesai. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved