3 Operator IMIP Terjebak Longsor
Yayasan Tanah Merdeka Desak Pemerintah Evaluasi Izin Penyimpanan Tailing PT IMIP Morowali
Tailing diketahui merupakan limbah beracun yang merupakan produk sampingan (by products) dari proses pengolahan nikel dengan teknologi HPAL.
Di daerah pertambangan nikel yang telah mengalami deforestasi di Morowali, maka dengan curah hujan yang tinggi memicu banjir yang kerap terjadi setiap tahun.
Curah hujan tinggi sebagai penyebab banjir mengakibatkan jebolnya tanggul Fasilitas Penyimpanan Tailing, seperti peristiwa banjir pada tanggal 16 Maret 2024.
Persitiwa banjir tersebut diduga berhubungan dengan jebolnya tanggung di area Fasilitas Penyimpanan Tailing PT Huayue Nickel Cobalt.
Diketahui, banjir 16 Maret 2025 melanda Desa Labota dan Kawasan IMIP yang berdampak terhadap 341 KK atau 1092 jiwa di Desa Labota.
Lingkungan dan warga masyarakat termasuk buruh-buruh menghadapi resiko terpapar tailing yang mengandung logam berat.
Baca juga: IMIP Inisiasi Pembentukan 10 Bank Sampah Unit di 4 Desa Bahodopi Morowali
Atas kondisi itu, kata Richard Labiro, Yayasan Tanah Merdeka meminta pemerintah harus meninjau kembali perizinan Fasilitas Penyimpanan Tailing di PT IMIP.
"Karena peristiwa longsor dan banjir menunjukkan standar keamanan dan keselamatan Fasilitas Penyimpanan Tailing sangat rendah sehingga mengancam keselamatan warga, buruh, dan lingkungan alam," jelas Richard.
Dia pun mendesak pemerintah menggelar evaluasi secara menyeluruh terkait standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di IMIP yang telah menyebabkan kecelakaan kerja terus menerus.
"Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap buruknya keamanan dan keselamatan dalam pengelolaan Fasilitas Penyimpanan Tailing serta membuka informasi seluas-luasnya secara jujur kepada publik tentang kasus kecelakaan kerja dan banjir di kawasan itu," ucap Richard.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.