Parimo Hari Ini

Perebutan Tanah Peninggalan Belanda di Parimo, Warga Bondoyong dan Ahli Waris Nyaris Bentrok

Dua pihak yang terlibat, yakni warga setempat dan ahli waris saling klaim kepemilikan atas lahan yang dikenal sebagai tanah erfacht.

|
Penulis: Robit Silmi | Editor: Regina Goldie
HANDOVER
SENGKETA TANAH - sengketa lahan peninggalan kolonial Belanda di Desa Bondoyong, Kecamatan Sidoan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, memanas. Dua pihak yang terlibat, yakni warga setempat dan ahli waris, saling klaim kepemilikan atas lahan yang dikenal sebagai tanah erfacht. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PARIMO - Sengketa lahan peninggalan kolonial Belanda di Desa Bondoyong, Kecamatan Sidoan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, memanas.

Dua pihak yang terlibat, yakni warga setempat dan ahli waris saling klaim kepemilikan atas lahan yang dikenal sebagai tanah erfacht.

Hak Erfpacht (erfpachtrecht) diatur dalam Pasal 720 KUHPerdata dan dikenal juga sebagai hak guna usaha.

Hak ini memberikan hak untuk menikmati sepenuhnya tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada pemilik tanah sebagai bentuk pengakuan kepemilikan.

Keributan antarkedua kubu sempat terjadi dan terekam dalam video yang dikirim warga kepada redaksi TribunPalu.com pada 3 April 2025. 

Dalam video tersebut terlihat adu mulut antara warga dan ahli waris.

Baca juga: Jangan Lewatkan! Pelaporan SPT Pajak Diperpanjang Hingga 11 April 2025

Kepala Desa Bondoyong Ruain Dumpaku menyatakan, hingga saat ini belum ada kejelasan hukum yang menetapkan siapa pemilik sah lahan tersebut. 

Ia mengaku telah membandingkan putusan ahli waris dengan surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), namun keduanya sama-sama memiliki dasar hukum.

“Putusan atau pegangan dari ahli waris dan saya bandingkan dengan surat BPN, antara keduanya itu memang punya kekuatan hukum dan saya tidak bisa menghubungkan siapa yang lebih berhak,” kata Ruain.

Sebagai kepala desa, Ruain menegaskan dirinya bersikap netral dan tidak berpihak pada pihak tertentu.

“Sesuai daftar undang-undang pertanahan, saya selaku kepala desa hanya berjalan di tengah, tidak memihak pada Sinode dan tidak memihak pada masyarakat,” ujarnya.

Menurut Ruain, ahli waris tidak pernah membayar pajak atas tanah yang disengketakan. 

Baca juga: KPU Banggai Resmi Sahkan Perolehan Suara PSU Kecamatan Toili, Incumbent Unggul

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved