Sri Mulyani Pastikan APBN 2025 Tetap Stabil Meski Hadapi Ketidakpastian Global

Ia memastikan bahwa APBN 2025 tetap akan sehat dan stabil, meskipun menghadapi ketidakpastian global.

Editor: Regina Goldie
Tangkapan Layar
APBN TAK BERANTAKAN - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Sudirman, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Sri Mulyani menegaskan APBN di era Presiden Prabowo Subianto tidak akan berantakan meski terjadi defisit Rp 104,2 triliun per 31 Maret 2025. 

Tak hanya itu, alokasi untuk sektor pertahanan dan dana desa juga tetap masuk dalam struktur APBN tanpa menambah beban fiskal. 

Sri Mulyani menekankan bahwa seluruh program sudah diperhitungkan secara menyeluruh, termasuk sumber pendanaannya, seperti dividen dari BUMN.

"Itu semuanya dibiayai di dalam amplop APBN yang ada. Jadi, jangan khawatir. Tidak jebol APBN-nya! Banyak yang mengatakan apakah APBN-nya jebol? Tidak! Program-program Bapak Presiden ada di dalam ruang APBN yang ada," tuturnya.

"Postur dari APBN kita sampai dengan akhir Maret (2025) itu sekarang sudah dalam situasi membaik. Kemarin headline seolah-olah mengatakan, 'Oh penerimaan pajak mengalami kontraksi dan lain-lain'," kata Ani. 

"Jadi kami ingin menyampaikan bahwa APBN tetap terjaga sebagai anchor confidence, karena ini penting sekali," ucapnya.

Sebelumnya sejumlah pakar ekonomi sempat melabeli kondisi APBN sebagai "tanda kekhawatiran".

Baca juga: Operasi Ketupat Tinombala 2025 Resmi Berakhir, Kapolres Sigi Apresiasi Dedikasi Personel

Hal itu mengacu pada defisit APBN yang terjadi pada Februari 2025 lalu. 

Ekonom dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, mengatakan defisit APBN pada Februari itu adalah yang pertama kalinya dalam beberapa tahun. 

"Pada tahun-tahun sebelumnya—2024, 2023, dan 2022—realisasi APBN periode Februari selalu surplus. Ini baru pertama kali per akhir Februari sudah defisit," ujar Andri.

Andri memprediksi kondisi ini kemungkinan besar akan terus terus berlanjut jika program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membebani APBN terus berlanjut. 

"Defisit APBN akan sangat mungkin menyentuh batas pelanggaran UU yakni di 3 persen jika kondisi dan arah kebijakan pemerintah terus berlangsung hingga akhir tahun," ujarnya.

Andri merujuk ke batas defisit 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

Sejak diterbitkan, batas itu tidak pernah dilanggar kecuali pada masa pandemi COVID-19.

Sementara Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, memperingatkan penerimaan pajak mengalami "penurunan tajam". 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved