Suap Ekspor CPO

Pengamat Hukum soal Kasus Suap Vonis Lepas Ketua PN Jaksel, Merusak Citra Lembaga Peradilan

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sebesar Rp60 milia

Editor: Lisna Ali
Kompas.com/ Shela Octavia
MUHAMMAD ARIF NURYANTA - Skandal suap Rp60 miliar yang melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan mengguncang dunia peradilan. Temuan uang dalam penggeledahan menambah bukti kuat dalam penyidikan Kejagung. Sebuah pukulan besar bagi integritas lembaga hukum Indonesia. 

TRIBUNPALU.COM - Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sebesar Rp60 miliar pada Sabtu (12/4/2025) lalu.

Terkuaknya kasus suap tersebut mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan.

Sebab, skandal ini tidak hanya mengguncang integritas lembaga peradilan, tetapi juga menambah daftar panjang permasalahan hukum yang merusak citra lembaga pengadilan. 

Menurut pengamat hukum Henry Indraguna,, kasus ini berpotensi menggoyahkan wibawa peradilan di Indonesia, yang seharusnya menjadi benteng keadilan bagi masyarakat.

Skandal Suap yang Mengarah pada Penentuan Putusan

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Arif Nuryanta sebagai tersangka terkait dugaan suap senilai Rp60 miliar yang diterimanya.

Uang tersebut diduga diberikan sebagai imbalan untuk mempengaruhi putusan dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO).

Dalam perkara ini, Majelis Hakim yang dipimpin Arif Nuryanta diduga memberikan putusan "lepas" atau membebaskan terdakwa yang terlibat dalam kasus tersebut.

Pengamat hukum, Prof. Henry Indraguna, menilai bahwa kasus ini sangat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

Ia menyatakan bahwa peran seorang Ketua Pengadilan sangat penting untuk menjaga independensi, transparansi, dan keadilan dalam setiap proses persidangan.

"Skandal ini sangat merugikan. Seharusnya, Ketua PN Jaksel mengatur pembagian tugas dengan bijak dan memastikan tidak ada intervensi yang merusak integritas proses peradilan," ujar Henry Indraguna dalam pernyataannya, Senin (14/4/2025).

Peran Wahyu Gunawan dan Pemberian Suap

Penyidikan yang dilakukan Kejagung mengungkapkan bahwa Arif Nuryanta diduga menerima suap melalui Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Wahyu Gunawan disebut sebagai orang kepercayaan Arif Nuryanta dalam pengaturan perkara ini. 

Selain Arif Nuryanta, ada beberapa pihak lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka, termasuk dua advokat, Marcella Santoso dan Ariyanto, yang diduga terlibat dalam pemberian suap untuk pengaturan putusan perkara.

Dari hasil penggeledahan yang dilakukan pada Jumat (11/4/2025) dan Sabtu (12/4/2025), penyidik menemukan sejumlah uang tunai dalam berbagai bentuk, termasuk dolar Singapura, dolar AS, serta mata uang lainnya.

Uang tersebut, yang ditemukan di amplop, tas, dan dompet milik Arif Nuryanta, diduga merupakan hasil suap yang diberikan oleh pihak-pihak terkait untuk mempengaruhi keputusan hakim.

Penyidik Kejagung Temukan Bukti-Bukti Kuat

Dalam pemeriksaan lebih lanjut, Kejagung berhasil menemukan bukti-bukti yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi, suap, dan gratifikasi.

Salah satunya adalah temuan sejumlah uang dalam amplop berwarna cokelat yang berisi uang pecahan dolar Singapura dan dolar AS.

Selain itu, penyidik juga menemukan uang dalam mata uang lainnya yang tersembunyi di tas dan dompet Ketua PN Jaksel.

Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa suap diberikan untuk mempengaruhi putusan lepas dalam perkara korupsi CPO yang tengah diperiksa di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Skandal suap yang melibatkan Ketua PN Jaksel, Arif Nuryanta, menjadi pukulan berat bagi sistem peradilan Indonesia.

Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa mereka serius dalam menuntaskan kasus ini, namun dampak dari skandal ini terhadap citra peradilan akan terasa dalam waktu yang panjang.

Wibawa peradilan sebagai lembaga yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan integritas kini dipertanyakan.

Kasus ini menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi di tubuh lembaga hukum harus dilakukan dengan tegas dan transparan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved