Sosok 2 Ibu Rumah Tangga yang Menangkan Gugatan Pendidikan SD-SMP Gratis di Mahkamah Konstitusi

Putusan SD-SMP dilaksanakan secara gratis itu dibacakan saat sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (27/5/2025).

Editor: mahyuddin
Handover
Ilustrasi - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Pendidikan Dasar tanpa memungut biaya alias gratis. Adapun gugatan tersebut dilayangkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika dan Riris Risma Ajiningrum. 

TRIBUNPALU.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Pendidikan Dasar tanpa memungut biaya alias gratis.

Adapun gugatan tersebut dilayangkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika dan Riris Risma Ajiningrum.

Diketahui, Riris Risma Ajiningrum bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). 

Sementara, Fathiyah dan Novianisa Rizkika merupakan seorang ibu rumah tangga.

Putusan SD-SMP dilaksanakan secara gratis itu dibacakan saat sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (27/5/2025).

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian terhadap gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo membaca putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025, Selasa (27/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: MK Putuskan Sekolah SD-SMP Gratis, Ini 6 Fakta Putusannya

Dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai

"Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."

Mahkamah Konstitusi berpandangan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.

Hal tersebut, menurut Mahkamah Konstitusi, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.

Dalam kondisi tersebut, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.

Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dalam norma a quo memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah/madrasah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.

"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih membaca pertimbangan hukum Mahkamah.

Data tersebut menunjukkan, masih adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di swasta akibat terbatasnya kuota.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved