DPRD Sigi

DPRD Sigi Gelar RDP Bahas Dugaan Penolakan Pasien di RSUD Tora Belo

Ia mengingatkan bahwa pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama.

|
ANDIKA/TRIBUNPALU.COM
DPRD Kabupaten Sigi menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen RSUD Tora Belo, Senin (11/8/2025). 

Laporan Wartawan Tribunpalu.com, Andika Satria Bharata 

TRIBUNPALU.COM, SIGI - DPRD Kabupaten Sigi menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen RSUD Tora Belo, Senin (11/8/2025).

Rapat tersebut membahas keluhan masyarakat terkait dugaan penolakan pasien yang ramai diberitakan di media daring dan media sosial.

RDP yang berlangsung di ruang rapat utama kantor DPRD Sigi, Desa Bora, Kecamatan Sigi Kota, dipimpin Ketua DPRD Sigi Minhar Tjeho, didampingi Wakil Ketua I Ilham, Wakil Ketua II Ikra Ibrahim, serta Ketua Komisi I Dahyar.

Sejumlah pihak hadir, di antaranya pimpinan RSUD Tora Belo, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala BPJS, Kepala Dinas Dukcapil, Kepala Dinas Sosial, serta seluruh Kepala Puskesmas se-Kabupaten Sigi.

Baca juga: 80 Regu Ikut Gerak Jalan Hari Terakhir di Banggai

Minhar Tjeho menegaskan rapat digelar sebagai bentuk respons DPRD terhadap keluhan pelayanan kesehatan yang dinilai belum maksimal. 

Ia mengingatkan bahwa pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama.

“Kalau pasien datang dalam kondisi kritis, harus segera ditangani. SOP memang penting, tapi nyawa manusia jauh lebih berharga,” ujarnya.

Menurut Minhar, dugaan penolakan pasien harus menjadi pelajaran penting agar kejadian serupa tidak terulang. 

DPRD berencana meninjau langsung kondisi RSUD Tora Belo, mulai dari fasilitas, kebersihan, hingga sarana pendukung lainnya.

Baca juga: Bupati Delis Serahkan Dua Ambulans Baru untuk Tingkatkan Layanan Kesehatan di Morut

Wakil Ketua I DPRD Sigi, Ilham, juga menyoroti kejadian tersebut. Menurutnya, meskipun terlihat sederhana, dampaknya besar terhadap kepercayaan publik.

“Jangan ada lagi pasien yang datang langsung diarahkan ke rumah sakit lain tanpa pemeriksaan awal. Minimal berikan penanganan pertama, baru dirujuk jika diperlukan,” tegas Ilham.

Dalam rapat itu, pihak rumah sakit diwakili Kepala UGD, dr. Astrid Rahmawati, karena Direktur RSUD Tora Belo, Diah Ratnaningsih, sedang menunaikan ibadah umroh. 

Astrid memaparkan bahwa pasien berinisial AMR datang ke IGD pada Minggu (3/8/2025) dini hari dalam kondisi nyeri perut hebat. 

Saat itu seluruh tempat tidur IGD penuh, dan pihak rumah sakit menawarkan pemeriksaan di kursi roda yang ditolak keluarga pasien.

Baca juga: Gubernur Sulteng Fasilitasi Solusi Kendala Potongan Gaji ASN untuk Kredit Bank

Astrid menjelaskan pasien masuk kategori triase kuning, yang artinya butuh penanganan segera namun tidak mengancam nyawa secara langsung. 

Karena kapasitas penuh, pihak rumah sakit menyarankan rujukan ke RS di Palu demi percepatan penanganan.

“Kami memutuskan rujukan agar pasien segera tertangani, sesuai prinsip ‘golden period’,” jelasnya.

Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Tora Belo, Maranu, menegaskan tidak ada penolakan pasien secara sengaja.

“Kami hanya menyampaikan kondisi lapangan dan memberikan pilihan terbaik. Fasilitas memang terbatas, dan ini menjadi bahan evaluasi,” ujarnya.

Meski demikian, DPRD Sigi menegaskan bahwa alasan keterbatasan fasilitas tidak boleh menjadi pembenaran untuk tidak memberikan pelayanan awal. 

DPRD berkomitmen memprioritaskan peningkatan fasilitas RSUD Tora Belo agar dapat melayani warga Sigi secara cepat dan layak.

Baca juga: 80 Regu Ikut Gerak Jalan Hari Terakhir di Banggai

Penolakan pasien di rumah sakit merupakan masalah serius karena menyangkut hak asasi manusia, keselamatan jiwa, serta etika dalam pelayanan kesehatan. 

Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi, terutama dalam situasi darurat.

Ketika rumah sakit menolak pasien, apalagi dalam kondisi gawat, hal ini bisa menyebabkan keterlambatan penanganan yang berujung pada memburuknya kondisi pasien atau bahkan kematian.

Tindakan penolakan juga bertentangan dengan undang-undang dan kode etik profesi medis.

Dalam hukum Indonesia, misalnya, rumah sakit wajib memberikan pelayanan kepada pasien, dan tidak boleh menolak pasien yang membutuhkan pertolongan, apapun kondisi ekonomi atau status sosialnya.

Jika rumah sakit menolak pasien karena alasan tidak mampu membayar atau karena status kepesertaan BPJS, hal ini bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran hukum. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved