Parigi Moutong Hari Ini

Tak Punya Biaya Berobat di Palu, Nelayan di Bantaya Parimo Ini Pasrah dengan Kondisi Tak Melihat

Ia kini tidak bisa melaut karena penyakit katarak yang lebih dari satu tahun dideritanya.

Penulis: Abdul Humul Faaiz | Editor: Regina Goldie
Handover / Dokumen Pribadi Sulaeman
Bapak Mades adalah nelayan dari Kelurahan Bantaya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah. 

“Sebelum sakit, dia mampu menafkahi keluarga dari hasil melautnya, tapi sekarang semuanya berhenti,” jelas Sulaeman.

Dia berharap ada bantuan dari pemerintah atau donatur untuk membantu biaya hidup selama perawatan Mades.

“Kami minta siapa saja yang punya kemampuan bisa membantu biaya makan dan tempat tinggal Bapak Mades,” harapnya.

Dia takut jika katarak yang dialami Mades tidak segera dioperasi dapat menyebabkan kebutaan permanen.

“Kami sangat berharap operasi ini terlaksana dengan lancar agar dia bisa pulih kembali,” harap tetangganya itu.

Pihak keluarga saat ini kesulitan mengumpulkan dana karena keterbatasan ekonomi dan jarak ke Palu yang cukup jauh.

Baca juga: Pembagian Grup Championship 2025-2026, PSIS dan Barito Segrup Persipal Palu

“Keluarga sudah berusaha semampunya, tapi belum bisa memenuhi kebutuhan selama di Palu,” ungkap sumber lain.

Sualeman juga menyampaikan bahwa warga yang ingin membantu dapat menghubungi kontaknya 0821-8787-2264.

Atau kata dia, para dermawan bisa langsung menyampaikan bantuan ke alamat Mades.

“Semoga bantuan ini bisa meringankan beban keluarga dan mempercepat kesembuhan Pak Mades,” pungkasnya.

Mengapa Biaya Pengobatan di Rumah Sakit di Indonesia Mahal?

1. Biaya operasional rumah sakit sangat tinggi.

Rumah sakit membutuhkan banyak biaya untuk membayar tenaga medis, membeli alat kesehatan, obat-obatan, listrik, air, dan keperluan lainnya.

Semua itu membuat biaya layanan kesehatan menjadi mahal.

2. Banyak alat dan obat masih diimpor dari luar negeri.

Karena belum semuanya diproduksi di Indonesia, alat medis dan obat-obatan harus dibeli dari luar negeri. Nilai tukar rupiah yang tidak stabil dan pajak impor membuat harganya semakin mahal. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved