Jokowi Diminta Tunjukkan Ijazah Seperti Arsul Sani, Politisi PSI: Aneh, yang Nuduh Harus Buktikan

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk meniru langkah Hakim MK Arsul Sani yang transparan dalam menghadapi tudingan Ijazah Palsu.

Editor: Lisna Ali
handover
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk meniru langkah Hakim MK Arsul Sani yang transparan dalam menghadapi tudingan Ijazah Palsu. 

TRIBUNPALU.COM - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk meniru langkah Hakim MK Arsul Sani yang transparan dalam menghadapi tudingan Ijazah Palsu.

Desakan ini muncul karena Arsul Sani menunjukkan ijazah, transkrip, dan foto wisuda doktoralnya di hadapan publik.

Sementara itu, polemik ijazah S1 Jokowi dari UGM yang dipermasalahkan belum juga mereda.

Sejak isu ini muncul pada 2022, Jokowi belum pernah menunjukkan dokumen ijazahnya.

Ijazah Jokowi dipersoalkan oleh Roy Suryo dan beberapa pihak yang menudingnya palsu.

Sebaliknya, Arsul Sani, yang dituduh menggunakan ijazah doktor palsu, bertindak sebaliknya.

Arsul Sani diketahui langsung menggelar konferensi pers pada Senin (17/11/2025) di Gedung MK.

Baca juga: PLN Tuntaskan Proyek GI Marisa, Siap Pasok 30 MVA untuk Dorong Industri di Pohuwato Gorontalo

Dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (17/11/2025) lalu, Arsul mengungkap, gelar doktor ia dapatkan dari Collegium Humanum (CH) atau Warsawa Management University, sebuah universitas swasta di Polandia pada 2020. 

Arsul bahkan mengaku studi doktoralnya terbilang sangat panjang, memakan waktu 11 tahun.

“Saya ini termasuk doktor yang cukup lama, jangan ditiru, lah. 2011 sampai selesai baru Juni, kalau dihitung total ini ya 2022, 11 tahun,” kata Arsul Sani di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.

Sementara, disertasi yang ia tulis berjudul "Re-examining the considerations of national security interests and human rights protection in counter-terrorism legal policy: a case study on Indonesia with focus on post Bali-bombings development".

Arsul menerima ijazahnya langsung saat prosesi wisuda doktoral pada Maret 2023 di Warsawa, yang dihadiri juga oleh mantan Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Anita Lidya Luhulima.

Transparansi Arsul Sani ini lantas menjadi patokan baru bagi tokoh publik.

Baca juga: Roy Suryo, Rismon, dan Dokter Tifa Tak Ditahan Setelah Diperiksa 9 Jam Kasus Ijazah Jokowi

Respons PSI

Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Faldo Maldini, merespons perbandingan ini.

Faldo menilai aneh tuntutan agar Jokowi yang dituduh harus melakukan pembuktian.

Ia menyebutnya sebagai logika terbalik dalam proses hukum.

Menurut Faldo, pihak yang menuding Ijazah Jokowi palsu yang seharusnya membuktikan.

"Logikanya begini, 'Anda yang nuduh, kenapa Anda harus meminta kita yang buktiin?' Gitu loh. Makanya proses ini ada dan berjalan. Ini kan logikanya kebalik," ucap Faldo, dalam tayangan Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Rabu (19/11/2025).

"Misal nih, Anda saya tuduh maling roti, tapi ini nggak ada, justru harusnya saya yang buktikan bahwa Anda lagi maling," imbuhnya.

"Kasus ini begitu, Jadi, ini aneh sekali logikanya, orang yang dituduh harus membuktikan," tuturnya.

Ia beranggapan, jika ada proses hukum, maka biarkan proses itu berjalan.

Faldo menyimpulkan bahwa yang palsu dalam kasus Jokowi bukanlah dokumen ijazahnya.

Tetapi, yang palsu adalah narasi-narasi negatif yang berusaha diciptakan.

Baca juga: Klaim Baru dari Roy Suryo, Sebut Sosok di Foto Ijazah Bukan Jokowi tapi Dumatno

Tanggapan Kuasa Hukum Roy Suryo"

Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menanggapi logika pembuktian dalam kasus ijazah Jokowi yang dipaparkan oleh Faldo Maldini, di acara yang sama.

Menurut Ahmad, klaim bahwa penuding harus membuktikan ijazah Jokowi memang palsu tidak bisa meredakan kasak-kusuk publik yang meyakini bahwa ijazah Jokowi tidak sah.

Apalagi, setelah ada Hakim MK Arsul Sani yang terang-terangan bersedia menunjukkan ijazahnya sebagai bukti kelulusan program doktoral ketika dituding ijazahnya palsu.

"Narasi Bung Faldo itu kan narasi yang berulang dan terbukti tidak bisa meyakinkan publik untuk menghentikan keyakinan mereka bahwa ijazah saudara Joko Widodo itu bermasalah," tutur Ahmad.

"Tambah lagi setelah ada Arsul Sani, makin meyakinkan publik secara teknis harusnya dengan menunjukkan itu saja, sederhana, tetapi diulur-ulur begitu," lanjutnya.

Ahmad Khozinudin menilai Jokowi seolah mengulur-ulur permasalah ijazah ini dan ingin menyembunyikan sesuatu.

Sehingga, perkara ijazah ini justru berkepanjangan, terutama ketika Jokowi melayangkan laporan pencemaran nama baik/fitnah terkait tudingan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya pada 30 Mei 2025.

Tentang laporan Jokowi itulah, Roy Suryo bersama tujuh orang lainnya lantas ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat (7/11/2025).

"Apa sih yang mau disembunyikan dari republik ini soal selembar dokumen?" tanya Ahmad.

"Masalah ini menjadi lama, panjang dan melelahkan itu bukan karena ulah pengkritik, justru Joko Widodo sendiri yang kemudian memasukkan ke proses hukum 30 April yang lalu," tambahnya.

"Kalau kita bicara tentang lama itu, justru yang ditanya harusnya Saudara Joko Widodo. Apa sih yang kau takutkan, kau khawatirkan, sehingga engkau menyimpan itu ijazah, barang yang enggak dibawa mati juga?" serunya. 

Ahmad juga mengaku pihaknya tidak menghormati proses hukum di Polda Metro Jaya.

Sebab, penyelidikan dugaan pemalsuan ijazah Jokowi atas aduan masyarakat (dumas) dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) resmi dihentikan oleh Bareskrim Polri pada Kamis (31/7/2025) lalu.

Menurut Ahmad, ketika kasus penyelidikan ijazah Jokowi di Bareskrim Polri dihentikan, tetapi laporan Jokowi terhadap Roy Suryo c.s. di Polda Metro Jaya berlanjut, itu adalah bentuk kriminalisasi terhadap kliennya.

"Dan saya justru tidak menghormati proses hukum di Polda ini ya, karena pada saat yang bersamaan, dugaan kepalsuan ijazah di Bareskrim Polri justru dihentikan," kata Ahmad.

"Ini yang kemudian kami tangkap; kriminalisasi ini dilayani oleh polisi," tuturnya.

"Dengan cara menghentikan kasus pelaporan masyarakat tentang dugaan ijazah palsu di Bareskrim, dan pada saat yang sama melanjutkan proses di Polda. Sampai hari ini klien kami pun jadi tersangka," tandasnya.

Baca juga: Menteri Nusron: Harmonisasi Hukum Adat dan Pertanahan Melalui Sertipikasi Tanah Ulayat di Papua

Roy Suryo jadi tersangka

Sebelumnya, polisi menetapkan delapan orang menjadi tersangka kasus tudingan Ijazah Palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Jumat (7/11/2025).

Adapun delapan orang tersebut yaitu Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma.

“Berdasarkan hasil penyidikan kami bagi dalam dua kluster antara lain 5 tersangka klaster pertama yang terdiri atas RS, KTR, MRF, RE, dan DHL. Klaster kedua RS, RHS dan TT,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers di gedung Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025).

Klaster pertama dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Ayat 2 UU ITE.

Klaster kedua dikenakan Pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1, Pasal 27a juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang ITE.

Edi mengatakan penetapan tersangka melalui asistensi dan gelar perkara yang melibatkan pengawas internal dan eksternal.

"Penetapan dilakukan asistensi dan gelar perkara melibatkan ahli dan pengawas internal dan eksternal, ahli dilibatkan ahli pidana, ITE, sosiologi hukum dan bahasa. Itu yang kami minta keterangan sebagai ahli," ujar dia.(*)

Artikel telah tayang di Tribunnews

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved