Palu Hari Ini

Warga Palu Demo di Kantor Wali Kota, Desak Pemerintah Cabut Lahan Eks HGB

Aliansi Perjuangan Masyarakat Kota Palu menggelar aksi demonstrasi di Halaman Kantor Wali Kota Palu, Jl Balai Kota, Kelurahan Tanamodindi

Penulis: Robit Silmi | Editor: Lisna Ali
ROBIT/TRIBUNPALU.COM
Aliansi Perjuangan Masyarakat Kota Palu menggelar aksi demonstrasi di halaman Kantor Wali Kota Palu, Kelurahan Tanamodindi, Rabu (10/9/2025). 

“Sebelum pembangunan huntap, kami legowo memberikan lahan. Karena ini persoalan kebencanaan dan dijanjikan sisanya diserahkan ke masyarakat. Tapi sampai sekarang tidak ada, jangankan lahan, patoknya saja tidak ada,” tutur Ismail.

Sementara itu, Wali Kota Palu Hadianto Rasyid menegaskan kewenangan pencabutan HGB berada di pemerintah pusat.

“Pemerintah kota tidak bisa apa-apa karena memang kewenangan negara pusat,” ucap Hadianto.

Ia menyebut pihaknya akan segera menyampaikan persoalan tersebut ke ATR/BPN bersama Pangdam. 

“Saya bersama Pangdam akan bertemu dan membawa persoalan ini,” tambahnya.

Apa Itu Lahan Eks HGB?

Lahan Eks HGB merujuk pada tanah yang sebelumnya memiliki sertifikat HGB, namun masa berlakunya telah berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui oleh pemegang haknya.

Menurut hukum pertanahan di Indonesia, HGB memiliki jangka waktu tertentu maksimal 30 tahun dan bisa diperpanjang, dan jika sudah habis, hak tersebut kembali ke negara.

Alur Hukum dan Permasalahan yang Muncul

Secara hukum, setelah HGB berakhir, tanah tersebut idealnya kembali menjadi tanah negara bebas.

Namun, dalam praktiknya, sering terjadi beberapa permasalahan:

  • Tidak Dicabutnya Hak Secara Administratif: Meskipun masa berlaku sudah habis, seringkali sertifikat eks HGB tidak langsung dicabut oleh instansi berwenang, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kelambanan ini membuka celah untuk praktik ilegal dan tumpang tindih kepemilikan.
  • Klaim oleh Pihak Lain: Lahan eks HGB sering kali menjadi incaran para pihak, termasuk mafia tanah, karena statusnya yang abu-abu. Di sisi lain, masyarakat setempat atau penggarap juga dapat mengklaim lahan tersebut sebagai hak mereka, terutama jika mereka telah menempatinya selama bertahun-tahun.
  • Kewenangan yang Tumpang Tindih: Seperti yang terjadi dalam kasus di Kota Palu, kewenangan pencabutan HGB berada di tingkat pusat, bukan di pemerintah daerah. Hal ini membuat pemerintah daerah kesulitan mengambil tindakan cepat dan efektif untuk menyelesaikan sengketa.
  • Janji dan Realisasi: Dalam beberapa kasus, pemerintah atau pihak pengembang menjanjikan penggunaan lahan eks HGB untuk kepentingan publik (misalnya perumahan, fasilitas umum) namun janji tersebut tidak terealisasi, sehingga menimbulkan kekecewaan dan protes dari masyarakat.

(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved