Sulteng Hari Ini

Vebry Tri Haryadi Nilai DPRD Sulteng Tak Berwenang Tutup Tambang

Menurut Vebry, fungsi DPRD penting dalam hal pengawasan, namun kewenangannya tidak sampai pada pencabutan atau penghentian Izin Usaha Pertambangan.

Penulis: Robit Silmi | Editor: Regina Goldie
ROBIT/TRIBUNPALU.COM
Polemik rekomendasi Komisi III DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangan PT Afif Lintas Jaya dan PT Mulia Pacific Resources (MPR) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kamis (11/9/2025) lalu terus menuai kritik. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Robit Silmi

TRIBUNPALU.COM, PALU – Polemik rekomendasi Komisi III DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangan PT Afif Lintas Jaya dan PT Mulia Pacific Resources (MPR) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kamis (11/9/2025) lalu terus menuai kritik.

Praktisi hukum, Vebry Tri Haryadi, yang juga dikenal sebagai kader Gerindra itu menilai langkah DPRD itu tidak memiliki kekuatan hukum eksekutorial.

“Rekomendasi tidak bisa eksekusi,” tegas Vebry, Minggu (14/9/2025).

Menurut Vebry, fungsi DPRD memang penting dalam hal pengawasan, namun kewenangannya tidak sampai pada pencabutan atau penghentian Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“DPRD tidak bisa menutup tambang. Itu bukan ranah mereka. Yang berwenang adalah Menteri ESDM atau Gubernur sesuai Undang-Undang Minerba. Rekomendasi DPRD sifatnya hanya politik, bukan keputusan hukum yang bisa langsung menghentikan operasional tambang,” jelasnya.

Baca juga: Motif Perundungan Siswi SMP di Desa Sumari Donggala, Tak Terima Dilaporkan Bolos ke Guru

Vebry merujuk pada UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Ia menyebutkan, sanksi administratif berupa penghentian sementara atau pencabutan IUP hanya dapat dilakukan oleh pejabat berwenang setelah melalui prosedur yang ketat, mulai dari peringatan tertulis, kesempatan perbaikan, hingga keputusan resmi.

“Kalau prosedur itu tidak dijalankan, maka tindakan penghentian tambang bisa dianggap ultra vires, melampaui kewenangan, dan tentu bisa digugat di PTUN,” tambahnya.

Selain aspek hukum, Vebry juga menekankan risiko besar jika penutupan tambang dilakukan secara serampangan. 

Menurutnya, ribuan tenaga kerja, kontraktor lokal, hingga penerimaan daerah bisa terdampak.

“Kita harus adil melihat persoalan ini. Kalau tambang ditutup tanpa dasar hukum yang sah, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, tetapi juga pekerja, masyarakat sekitar, dan daerah yang kehilangan PAD,” jelasnya.

Vebry menyarankan DPRD lebih fokus menjalankan fungsi pengawasan dengan benar. 

Jika ada indikasi pelanggaran lingkungan atau administratif, DPRD dapat menyampaikan rekomendasi kepada gubernur atau kementerian untuk diverifikasi.

“Bukan langsung main tutup. Itu bisa merusak iklim investasi dan menimbulkan ketidakpastian hukum, dan DPRD salah jalan alias tak paham,” pungkasnya. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved