Sulteng Hari Ini

IUP Tidak Menjamin Perusahaan Bisa Beroperasi, Ini Penjelasan ESDM Sulteng

Ia menjelaskan, urutannya dimulai dari penyusunan Rencana Reklamasi (RR) dan pascatambang, kemudian keluar RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya).

|
Penulis: Robit Silmi | Editor: Regina Goldie
ROBIT/TRIBUNPALU.COM
Kepala Dinas ESDM Sulawesi Tengah, Ajenkris, menegaskan bahwa kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak serta-merta membuat perusahaan bisa langsung beroperasi. 

Sebanyak 15 perusahaan tambang di Sulawesi Tengah terancam pencabutan izin. 

Hal itu menyusul keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menonaktifkan sementara aktivitas mereka.

Kepala Dinas ESDM Sulteng, Ajenkris, mengatakan perusahaan tersebut diberi tenggat waktu 60 hari untuk melengkapi administrasi.

Administrasi yang dimaksud, lanjutnya, terkait dengan kewajiban pembayaran jaminan reklamasi atau jamrek. 

Dokumen itu berupa Rencana Reklamasi (RR) pascatambang.

Juga, Dinas ESDM Sulteng menjadwalkan penertiban Tambang Emas di Buranga dan Kayuboko dalam waktu dekat.

Tambang Emas Kayuboko dan Buranga adalah dua lokasi yang menjadi sorotan di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Baca juga: OJK Sulteng Ingatkan Warga Waspadai Pinjol Ilegal, Berikut Ciri-cirinya

Meskipun ada upaya pemerintah untuk menertibkan, aktivitas di kedua lokasi tambang itu terus menjadi masalah yang kompleks.

Tambang Emas Kayuboko di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat sejatinya telah ditetapkan pemerintah sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). 

Namun, meskipun ada beberapa koperasi yang telah mengantongi Izin Pertambangan Rakyat (IPR), sering kali ditemukan aktivitas penambangan ilegal yang menggunakan alat berat di luar prosedur yang seharusnya.

Begitupula dengan Tambang Emas Buranga, sama-sama dikenal sebagai area pertambangan emas tanpa izin.

Aktivitas penambangan menyebabkan pencemaran serius pada sungai-sungai di sekitarnya, seperti Sungai Olaya.

Baca juga: Perjalanan Rumah Tangga Komedian Bedu, Sempat Didera Masalah Ekonomi Kini Mendadak Gugat Cerai Istri

Air yang dulunya jernih kini menjadi keruh dan berlumpur, tidak lagi bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun irigasi pertanian.

Akibat pencemaran, puluhan hektar sawah di desa-desa sekitar, seperti di Desa Kayuboko dan Olaya, menjadi tidak produktif.

Petani terpaksa membiarkan lahan mereka mengering karena tidak ada air bersih untuk irigasi.

Penggunaan alat berat dan pengerukan tanah secara serampangan meningkatkan risiko terjadinya tanah longsor dan banjir bandang. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved