OPINI
OPINI: Paradoks BUMN: Aset Strategis yang Terkikis Politisasi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan pilar strategis ekonomi Indonesia yang berperan sebagai instrumen pembangunan
Berbeda dengan Teori Agensi yang berasumsi adanya konflik kepentingan, Teori Stewardship (Davis, Schoorman & Donaldson, 1997) mengasumsikan bahwa para direktur dan komisaris adalah "pelayan" (stewards) yang secara intrinsik termotivasi untuk bertindak demi kepentingan jangka panjang perusahaan. Kepentingan mereka dianggap selaras dengan kepentingan organisasi.
Namun, asumsi fundamental ini runtuh ketika proses seleksi komisaris tidak didasarkan pada rekam jejak profesional dan integritas, melainkan pada loyalitas politik.
Motivasi utama mereka mungkin bukan lagi menjadi pelayan aset negara, melainkan memenuhi kewajiban politik atau "balas jasa". Peran mereka bergeser dari mitra strategis manajemen menjadi pengawas politik.
Hal ini mendistorsi budaya perusahaan secara keseluruhan, dari budaya yang berorientasi pada kinerja (performance-driven) menjadi budaya yang berorientasi pada kepatuhan terhadap tuntutan politik eksternal.
Kegagalan yang dijelaskan oleh ketiga teori ini tidak terjadi secara terpisah.
Sebaliknya, mereka saling terkait dan saling memperkuat, menciptakan sebuah siklus setan kerusakan tata kelola (vicious cycle of governance decay).
Proses ini dimulai ketika penunjukan politik merusak fungsi pengawasan dalam Teori Agensi. Dengan pengawasan yang lemah, mekanisme kontrol internal yang dijelaskan dalam Teori Pengendalian menjadi mudah untuk dilewati demi keputusan yang menguntungkan secara politik tetapi merugikan secara komersial.
Lingkungan kerja yang tidak profesional ini secara aktif menolak atau mengeluarkan para "pelayan" sejati yang diidealkan dalam Teori Stewardship.
Manajer profesional yang tersisa terpaksa harus "bermain politik" untuk bertahan, yang semakin mengikis budaya profesional perusahaan.
Ironisnya, kinerja buruk yang dihasilkan dari siklus ini sering kali digunakan oleh aktor politik sebagai pembenaran untuk melakukan intervensi yang lebih besar lagi dengan dalih "memperbaiki masalah", yang pada kenyataannya hanya memperdalam politisasi dan memulai kembali siklus tersebut dengan intensitas yang lebih tinggi.
Kontras Internasional dan Urgensi Depolitisasi Struktural
Kontras dengan situasi di Indonesia, banyak negara telah berhasil membangun sektor BUMN yang profesional, kompetitif, dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian tanpa terjerat oleh intervensi politik yang berlebihan.
Laporan dari OECD (2024) menyoroti keberhasilan Korea Selatan dan Singapura sebagai contoh utama.
Di kedua negara tersebut, penerapan mekanisme seleksi dewan komisaris yang ketat berbasis kompetensi telah terbukti menghasilkan peningkatan Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE) hingga mencapai dua digit dalam lima tahun terakhir.
Keberhasilan ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari desain institusional yang cermat untuk mengisolasi BUMN dari campur tangan politik.
Validasi Data, Garis Kemiskinan dan Integrasi Program Jadi Kunci Utama Strategi Penangan Kemiskinan |
![]() |
---|
Pertanian di Tanah Kaili, Daya Saing atau Sekadar Slogan? |
![]() |
---|
Regenerasi Pertanian Nasional dari Timur Indonesia |
![]() |
---|
OPINI : Dokter Jantung Anak Hanya untuk yang Mampu? Potret Buram Akses Kesehatan Publik |
![]() |
---|
OPINI: Korupsi Pendidikan Menggerus Kesehatan Mental Generasi Emas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.