OPINI

OPINI: Paradoks BUMN: Aset Strategis yang Terkikis Politisasi

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan pilar strategis ekonomi Indonesia yang berperan sebagai instrumen pembangunan

Editor: Lisna Ali
istimewa
Umar, S.E., M.M, (Dosen dan Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Palu) 

Model Singapura (Temasek): Singapura menggunakan struktur perusahaan induk (holding company) independen seperti Temasek Holdings.

Temasek bertindak sebagai pemegang saham aktif yang berorientasi komersial dan menjadi penyangga (buffer) yang efektif antara pemerintah (sebagai pemilik utama) dan manajemen operasional BUMN.

Dewan direksi dan komisaris di perusahaan-perusahaan portofolio Temasek diisi oleh para pemimpin bisnis internasional yang terbukti, dengan mandat yang jelas untuk memaksimalkan nilai pemegang saham jangka panjang.

Model Korea Selatan: Korea Selatan memperkuat independensi BUMN melalui pembentukan komite nominasi yang kuat dan independen.

Komite ini menggunakan kriteria berbasis kompetensi yang jelas dan transparan untuk menyeleksi calon anggota dewan.

Terdapat pemisahan yang tegas antara peran negara sebagai pemegang saham dan peran negara sebagai regulator, untuk mencegah konflik kepentingan.

Masalah tata kelola BUMN di Indonesia bukanlah karena ketiadaan regulasi.

UU BUMN No. 19 Tahun 2023, misalnya, telah menyediakan kerangka hukum yang membatasi penunjukan pejabat politik. Namun, tantangan terbesarnya terletak pada kesenjangan implementasi (implementation gap) yang parah.

Aturan yang ada sering kali dilemahkan oleh kurangnya kemauan politik (political will) untuk menegakkannya secara konsisten.

Oleh karena itu, inti dari reformasi bukanlah sekadar menciptakan undang-undang baru, melainkan membangun mekanisme penegakan yang kuat, independen, dan kebal dari tekanan politik.

Untuk membalikkan tren yang merusak ini, diperlukan reformasi struktural yang berfokus pada akar masalah. Rekomendasi utamanya meliputi tiga pilar.

Pertama, reformasi institusional dengan membentuk perusahaan induk BUMN yang independen dan profesional seperti model Temasek untuk menjadi penyekat dari intervensi politik.

Kedua, reformasi hukum dengan mengamandemen UU BUMN untuk memperluas definisi konflik kepentingan secara substantif.

Ketiga, reformasi transparansi dengan membentuk komite nominasi independen dan portal data publik yang komprehensif.

Namun, keberhasilan seluruh reformasi teknis ini pada akhirnya bergantung pada satu faktor krusial: kemauan politik dari pimpinan negara untuk melepaskan kendali atas BUMN sebagai alat patronase.(*)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved