OPINI

OPINI: Praperadilan Tegar Kalesaran Digugurkan, Putusan Menyimpang dari Yurisprudensi dan Putusan MK

Hakim tunggal Ronaldo Situmorang menyatakan permohonan Pemohon gugur karena perkara pokok telah diregistrasi dan akan segera disidangkan.

Editor: Regina Goldie
HANDOVER
Vebry Tri Haryadi, Advokat & Partners– Kantor Hukum Scripta Diantara 

Fungsi itu adalah benteng konstitusional agar negara tidak bertindak sewenang-wenang terhadap warga.

Dalam perkara Tegar Kalesaran, penyidik menangkap tanpa menunjukkan surat perintah, menahan tanpa dasar sah, dan melakukan penyitaan tanpa izin Pengadilan.

Bahkan, laporan polisi, penyelidikan, gelar perkara, hingga penetapan tersangka dilakukan dalam satu hari—suatu hal yang tidak rasional secara hukum dan mencerminkan maladministrasi serius.

Namun, alih-alih menilai sah atau tidaknya tindakan tersebut, hakim justru menutup pintu keadilan dengan alasan administratif.

Padahal, registrasi perkara bukanlah pembacaan dakwaan, dan pencatatan perkara bukanlah pemeriksaan pokok.

Asas Due Process of Law Dilanggar

Penyidik yang melimpahkan perkara ke kejaksaan saat praperadilan masih berjalan telah melanggar asas due process of law, yakni asas bahwa setiap tindakan negara terhadap warga harus dilakukan secara sah, adil, dan melalui mekanisme hukum yang benar.

Asas ini dijamin oleh:

1.Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan

2.Pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Melanjutkan proses perkara di luar kontrol praperadilan adalah bentuk nyata pembangkangan terhadap supremasi hukum.

Praperadilan semestinya dihormati sebagai ruang yudisial pengawasan, bukan diabaikan seperti formalitas.

Putusan yang Melemahkan Benteng Keadilan

Putusan PN Donggala ini menunjukkan kemunduran pemahaman terhadap fungsi praperadilan.
Jika tafsir keliru seperti ini dibiarkan, maka setiap penyidik secepatnya mentahap duakan, dan Kejaksaan secepatnya melimpahkan ke Pengadilan, dapat menggugurkan praperadilan hanya dengan mendaftarkan perkara pokok.

Hal ini mengubah hukum menjadi alat kekuasaan—bukan alat keadilan.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved