Sulteng Hari Ini
Sulteng Hari Ini: Pemkab Buol Nilai Penetapan Tersangka Pengerjaan Masjid Raya Cacat Hukum
Amrullah menjelaskan, proyek pengerjaan masjid raya Buol itu mulai dikerjakan sejak awal tahun 2016, dengan nilai Rp 14 miliar lebih.
Penulis: Haqir Muhakir |
TRIBUNPALU.COM, PALU – Pemerintah Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, angkat bicara terkait tindakan penyidik Kejaksaan Negeri Buol, yang telah menetapkan tersangka dalam pengerjaan proyek pembangunan Masjid Raya Kabupaten Buol.
Penyataan sikap itu disampaikan oleh Penasehat Hukum Pemkab Buol, Amrullah, saat berada di Kota Palu, Senin (22/7/2019) sore.
Amrullah mengatakan, pengumuman yang dilakukan oleh Kejari Buol menyatakan bahwa adanya kerugian negara yang diakibatkan Pemkab Buol senilai Rp 1,7 miliar.
Dalam pengumuman tersebut, penyidik telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen atas nama HB, konsultan pengawas atas nama PT, dan pelaksana atas nama R.
• Paskibraka Kota Palu Masih Perlu Penyesuaian Lapangan
“Hal itu sangat disayangkan, kerena berdasarkan hasil audit investigasi yang dikeluarkan oleh BPK tahun 2018, menyatakan bahwa tidak terdapat adanya kerugian keuangan negara di dalam proyek pengerjaan masjid raya Buol yang sedang dalam penyidikan Kejari Buol,” jelas Amrullah.
Hal itu kata Amrullah, dapat dilihat dalam dokumen audit BPK nomor 15.C/LHP/XIX.PLU/05/2018.
Amrullah menjelaskan, proyek pengerjaan masjid raya Buol itu mulai dikerjakan sejak awal tahun 2016, dengan nilai Rp 14 miliar lebih.
Proyek ini dikerjakan oleh pelaksana PT Sarana Pancang Tominisesuai, di bawah pengawasan konsultan PT Arsindo Mega Kreasi.

Pada September 2016, terjadi pemangkasan anggaran sebanyak Rp 4 miliar lebih, dan menyisakan anggaran pengerjaan sebanyak Rp 10 miliar, yang tertuang dalam adendum kontrak.
“Kemudian realisasi dalam kontrak (secara administrasi, red) pengerjaan hanya sekitar Rp 9 miliar lebih, tapi secara faktual (hasil pengerjaan, red) yang teralisasi adalah Rp 13 miliar lebih,” kata Amrullah.
Penyelesaian pengerjaan masjid raya Buol dengan faktual Rp 13 miliar lebih oleh pelaksana proyek itu, mengacu pada kontrak awal dengan nilai Rp 14 miliar.
Meski pada kenyataannya ada pemangkasan anggaran di DPRD Buol sebanyak Rp 4 miliar.
Sehingga, secara administrasi, masih ada sisa pengerjaan masjid raya Buol sekitar Rp 4 miliar.
Pada tahun 2017, sisa pengerjaan tersebut dimasukkan dalam tender oleh Pemkab Buol.
Selanjutnya, terhadap yang sudah dikerjakan oleh pelaksana proyek, dimasukkan dalam tender tersebut.
• Sulteng Bergerak: Tak Ada Aturan Larang Warga Mengontrak Sebelum Bencana Tak Bisa Tinggal di Huntara
“Sehingga ada (pengerjaan, red) yang sebagian harus dikerjakan, ada yang tinggal ditagihkan oleh rekanan,” jelas Amrullah.
Itulah kata Amrullah, yang kemudian dianggap Kejaksaan Negeri Buol sebagai kerugian keuangan negara, karena secara faktual ada tendernya di tahun 2017, namun tidak ada realisasi fisiknya.
Menurut Amrullah, yang tidak dipahami oleh Kejari Buol, yakni kondisi seperti itu dimungkinkan dalam konteks hukum administrasi dan perdata, yang disebut CCO (contact change order).
Selain itu, juga diatur dalam keputusan Presiden dan peraturan Menteri PUPR yang dapat diperhitungkan sebagai satu hutang negara, sehingga ada tau tidak adanya tender, negara tidak dirugikan dalam posisi itu.
Bahwa secara faktual dan nyata, terhadap nilai Rp 1,7 miliar itu telah diterima dan tercatat sebagai aset daera, berdasarkan hasil audit BPK yang tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Buol Tahun Anggaran 2017, nomor 15.C/LHP/XIX.PLU/05/2018.
Namun hasil audit BPK itu dianulir oleh Kejari Buol menggunakan keterangan saksi ahli dari Universitas Negeri Gorontalo.
Akan tetapi kata Amrullah, cara, metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan penyidik kejaksaan negeri Buol melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara adalah cara-cara, metode-metode dan prinsip-prinsip yang tidak dikenal dalam akuntansi pada umumnya.
Hanya mendapatkan informasi ahli dari Universitas Gorontalo, menghitung mutu bobot beton yang tidak mempunyai keahlian (kuallifikasi) terkait dengan perhitungan keuangan Negara.
Dari saksi yang dihadirkan penyidik di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kemudian dijadikan acuan /referensi terdapat kerugian keuangan negara.
Keterangan saksi ahli yang dihadirkan tidak dapat menunjukkan atau memperlihatkan sesuatu rumus atau suatu standar akuntansi keuangan pemerintah daerah, atau sesuatu standar di dalam audit keuangan yang berlaku umum maupun di dalam audit instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.
“Yang diterapkan dan dipergunakan dan/atau menjadi acuan dalam melakukan perhitungan tentang terjadinya kerugian keuangan daerah atau pun kerugian keuangan Negara,” tandasnya.
Padahal Pasal 32 ayat (1) Undang Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keungan Negara mengatur bahwa bentuk dan isi laporan pertanggunjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akutansi pemerintahan.
(TribunPalu.com/Muhakir Tamrin)